
Dalam novel ini, menceritakan Abdullah Khairul Azzam berumur 28 tahun, ia merupakan pemuda tampan dan cerdas dari sebuah desa di Jawa Tengah. Dari kecil, Azzam sudah terlihat sebagai anak yang sangat baik budi pekertinya. Atas usahanya yang gigih dia berhasil memperoleh bea siswa untuk belajar di Al Azhar Mesir selepas menamatkan Aliyah di desanya.
Baru setahun di Kairo dan
menjadi mahasiswa berprestasi peraih predikat Jayyid Jiddan (Lulus dengan
Sempurna), ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak tertua Azzam mau tidak mau
harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dikarenakan adiknya masih
kecil-kecil. Sementara itu, dia sendiri harus menyelesaikan studinya di Negara
orang. Akhirnya dia mulai membagi waktu untuk belajar dan mencari nafkah. Ia
mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI di Kairo.
Berkat keahlian dan keuletannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat
dengan kalangan staf KBRI di Cairo. Tapi hal itu berimbas pada kuliah Azzam,
sudah 9 tahun berlalu, ia belum juga menyelesaikan kuliahnya.
Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Cairo mempertemukan ia dengan Puteri Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta. Segudang prestasi dan juga kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan keluarga Eliana.
Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Cairo mempertemukan ia dengan Puteri Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta. Segudang prestasi dan juga kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan keluarga Eliana.
Apa yang dikatakan Pak Ali cukup
terngiang-ngiang di benaknya, bahwa ada seorang gadis yang lebih cocok untuk
Azzam. Azzam disarankan untuk buru-buru mengkhitbah (melamar) seorang mahasiswa
cantik yang tak kalah cerdasnya dengan Eliana. Dia bernama Anna Althafunnisa,
S-1 dari Kuliyyatul Banaat di Alexandria dan sedang mengambil S-2 di Kuliyyatul
Banaat Al Azhar – Cairo, yang juga menguasai bahasa Inggris, Arab dan Mandarin.
menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab
dan sholehah, bapaknya seorang Kiai Pesantren bernama Kiai Luthfi Hakim.
Ada keinginan Khaerul Azzam
untuk menghkhitbah Anna walaupun ia belum pernah bertemu atau melihat Anna.
Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali menyarankan supaya
melamar lewat pamannya yang ada di Cairo, yaitu Ustadz Mujab, dimana Azzam
sudah sangat mengenal ustadz itu. Dengan niat penuh dia pun datang ke ustadz
Mujab untuk mengkhitbah Anna Althafunnisa. Tapi ternyata lamaran itu ditolak
atas dasar status. Karena S-1 Azzam yang tidak juga selesai, dan lebih dikenal
karena jualan tempe dan baso. Selain itu, Anna telah dikhitbah lebih dulu oleh
seorang pria yang alih-alih adalah Furqon, sahabat Azzam yang juga mahasiswa
dari keluarga kaya yang juga cerdas dimana dalam waktu dekat akan menyelesaikan
S-2 nya. Azzam bisa menerima alasan itu, meskipun hatinya cukup perih.
Tetapi kemudian Furqon mendapat
musibah yang sangat menghancurkan harapan-harapan hidupnya. Hal tersebut
membuatnya menghadapi dilemma antara ia harus tetap menikahi Anna yang telah
dikhitbahnya, tetapi itu juga sekaligus akan dapat menghancurkan hidup Anna.
Sementara itu Ayyatul Husna,
adik Azzam yang sering mengirim berita dari kampung, membawa kabar yang cukup
meringankan hati Azzam. Agar Azzam tidak perlu lagi mengirim uang ke kampung
dan lebih berkonsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Karena selain Husna telah
lulus kuliah di UNS, ia juga sudah bekerja sebagai Psikolog. Keahlian Husna
dalam menulis sudah membuahkan hasil. Penghasilan Husna cukup dapat membiayai
kebutuhan adiknya yang mengambil program D-3, serta adik bontotnya yang bernama
Sarah yang masih mondok di Pesantren.
Azzam yang sudah sangat rindu
dengan keluarganya memutuskan untuk serius dalam belajar, hingga akhirnya berhasil
lulus. Azzam pun menepati janjinya ke keluarganya untuk kembali ke kampong dan
segera mencari jodoh di sana, memenuhi amanat ibunya. Walaupun sebenarnya masih
terbersit sedikit harapan untuk tetap mendapatkan hati Anna.
Apakah mungkin Azzam akan berjodoh
dengan Anna? Ataukah Eliana yang sebenarnya juga masih penasaran dengan Azzam?
Ataukah Azzam berhasil menemukan tambatan hatinya di Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar