Sabtu, 12 Januari 2013

Kajian Prosa Indonesia


ANALISIS RESEPSI SASTRA PADA CERPEN DI LUGU DAN SI MALIN KUNDANG KARYA HAMSAD RANGKUTI

BAB I
Pendahuluan

1.1  Alasan Pemilihan Korpus
Kehadiran suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra sebelumnya, yang pernah direspon oleh sastrawan. Pengarang tidak semata-mata memproduksi karya, tetapi terlebih dahulu juga merespon sebuah karya. Dari proses resepsi pengarang memiliki langkah pijak untuk mereproduksi karya yang baru. Jadi, pengarang tidak berangkat dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, pengarang mempelajari gagasan yang tertuang dalam karya itu, memahami konvesi sastranya, konvensi estetiknya, kemudian mentransformasikannya ke dalam suatu karya sastra.

Tulisan ini mengkaji cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” secara intertekstual. Tujuan kajian intertekstual cerpen ini adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan tersebut. Metode intertekstual dalam analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan teks-teks sastra yang mentransformasi dari teks yang lain yang merupakan teks hipogramnya. Dalam hal ini teks-teks cerpen mentransformasi teks cerita Malin Kundang.

Teks hipogram dan teks transformasi merupakan teks yang sangat berkaitan dengan analisis resepsi sastra. Tidak sedikit teks hipogram yang telah ada begitu pula sebaliknya dengan teks transformasi, akan tetapi dalam pemilihan teks tersebut tentunya harus sangat berhati-hati dan antara keduanya pun harus memiliki keterkaitan meskipun telah ada perubahan-perubahan dalam teks transformasinya sekalipun.
Cerpen Si Lugu dan Si Malin kundang karya Hamsad Rangkuti bisa digolongkan ke dalam teks transformasi karena teks ini merupakan teks baru dan teks yang mengacu kekinian dan adapun kisah Malin Kundang Jadi Batu yang menjadi teks hipogram dari cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti. Dalam pemilihan korpus ini sangatlah tepat karena dapat penulis analisis menggunakan pendekatan resepsi sastra. Antara keduanya ada keterkaitan yaitu mengangkat tema tentang kedurhakaan yang mengakibatkan kutukan.
1.2  Pengarang dan Karyanya
Hamsad Rangkuti (lahir di Titikuning, Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943; umur 68 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia yang menulis cerita pendek terkenal "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu". Nama aslinya Hasyim Rangkuti.
Bersama lima saudaranya, Hamsad melewatkan masa kecilnya di Kisaran, Asahan, Sumatera Utara. Dia suka menemani bapaknya, yang bekerja sebagai penjaga malam merangkap guru mengaji, di pasar kota perkebunan itu. Hamsad juga membantu ibunya mencari makan dengan menjadi penjual buah di pasar dan buruh pencari ulat di perkebunan tembakau.
Karena tak mampu berlangganan koran dan membeli buku, Hamsad rajin membaca koran tempel di kantor wedana setempat. Dari koran-koran itu ia berkenalan berkenalan dengan karya-karya para pengarang terkenal, seperti Anton Chekov, Ernest Hemingway, Maxim Gorki, O. Henry, dan Pramoedya Ananta Toer. Dia pun mulai tertarik untuk menulis karya sastra. Cerita pendek pertamanya dia tulis saat masih duduk di bangku SMP di Tanjungbalai, Asahan, pada 1959. Cerpen "Sebuah Nyanyian di Rambung Tua" itu dimuat di sebuah koran di Medan.
Dia hanya bisa sekolah hingga kelas 2 SMA pada 1961, karena tak mampu membayar uang sekolah. Hamsad lalu bekerja sebagai pegawai sipil di Kantor Kehakiman Komando Daerah Militer II Bukit Barisan di Medan. Tapi, ia tetap ingin menjadi pengarang. Pada 1964 dia masuk rombongan delegasi pengarang Sumatera Utara pada Konferensi Karyawan Pengarang Seluruh Indonesia (KKPI) di Jakarta dan sejak itu menetap di Jakarta dan tinggal di Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat.
Hamsad termasuk seniman penandatangan Manifes Kebudayaan pada 1964, pernyataan para seniman yang menolak politik sebagai panglima. Presiden Soekarno melarang kelompok itu karena dinilai menyeleweng dan ingin menyaingi Manifesto Politik yang ia tetapkan.
Sejumlah cerita pendek Hamsad telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti "Sampah Bulan Desember" yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dan "Sukri Membawa Pisau Belati" yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. "Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo" dan "Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus" dimuat dalam Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan oleh Monash Asia Institute. Tiga kumpulan cerpennya Lukisan Perkawinan dan Cemara di tahun 1982 serta Sampah Bulan Desember di tahun 2000, masing-masing diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan, Grafiti Pers, dan Kompas. Novel pertamanya, Ketika Lampu Berwarna Merah diterbitkan oleh Kompas pada 1981. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, termasuk Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir (1991) yang disunting Suratman Markasam.
Penghargaan yang pernah diterimanya yaitu Penghargaan Insan Seni Indonesia Mal Taman Anggrek & Musicafe (1999), Penghargaan Sastra Pemerintah DKI (2000), Penghargaan Khusus Kompas atas kesetiaan dalam penulisan cerpen (2001), Penghargaan Sastra Pusat Bahasa (2001), Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka (2001) untuk "Umur Panjang untuk Tuan Joyokoroyo" dan Senyum "Seorang Jenderal pada 17 Agustus", SEA Write Award (2008), Khatulistiwa Literary Award 2003 untuk Bibir dalam Pispot, Hadiah Harapan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 1981 untuk Ketika Lampu Berwarna Merah.
1.3  Landasan Teoretis
Secara luas intertekstual diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dan teks yang lain. Lebih dari itu teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Produksi makna terjadi dalam interteks yaitu melalui proses proposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara mencari hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram. Interteks dapat dilakukan antara novel dan novel, novel dengan puisi, novel dan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, tetapi juga sebaliknya pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi (Ratna, 2004:173).
Mengenai keberadaan suatu hypogram dalam interteks, selanjutnya Riffaterre (Ratna, 2005:222) mendefinisikan hipogram sebagai struktur prateks, generator teks puitika lebih lanjut, Hutomo (Hartyanto, 2008, 2001:118) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa, dan lain-lain) yang terdapat dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang dipengaruhinya.
Teori intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya juga, dilakukan tanpa sama sekali berhubungan teks lain yang dijadikan semacam contoh, teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145).
Teori intertektualitas dalam kaitannya dengan resepsi sastra adalah bahwa adanya teks di dalam teks lain. Teks hipogram beserta teks tranformasi yang menjadi acuannya, karena kedua teks tersebut merupakan bahan dari analisis resepsi sastra. Dalam perkembangan teori kesusastraan yang berkaitan dengan mengkaji sebuah karya sastra, penulis mengambil teori yang telah ada sebagai langkah dasar pengkajian. M.H.Abrams menyimpulkan empat karakteristik pendekatan dalam menganalisis sebuah karya sastra: pendekatan objektif, pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan pragmatik. Dalam analisi resepsi sastra ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik dalam teori Abrams merupakan pendekatan yang memandang penting menghubungkan hasil temuan dalam karya sastra dengan pembaca sebagai penikmat. Pendekatan ini berkeyakinan jika temuan sastra harus dihubungkan dengan yang di luar dirinya, maka pembacalah yang penting. Tidak ada karya yang diciptakan dengan maksud untuk tidak dibaca oleh pembaca. Oleh karena itu, sampai sejauh mana pembaca mendapatkan manfaat dan kenikmatan dari karya yang dibacanya perlu diselidiki. Pendekatan inilah yang dipakai oleh penulis, karena kaitannya dengan resepsi sastra bahwa pembacalah yang memiliki peran penting, dan sampai sejauh manakah pembaca dapat memanfaatkan, memaknai serta membandingkan sebuah karya sastra.
1.4 Rumusan Masalah
Dalam menganalisis resepsi sastra ini dapat penulis kemukakan beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimanakah struktur cerita dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu?
2. Bagaimanakah struktur cerita dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti?
3. Bagaimanakah bentuk transformasi pada cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti?

















BAB II
ANALISIS STRUKTUR CERITA MALIN KUNDANG JADI BATU
2.1. Analisis Alur dan Pengaluran
Alur mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sebuah cerita, hal ini berhubungan dengan pola jalan cerita. Bisa disimpulkan bahwa alur merupakan sebuah rangkaian peristiwa atau pun kejadian yang mempunyai hubungan kausalitas (sebab-akibat). Dalam mengkaji alur dan pengaluran dari kisah Malin Kundang Jadi Batu, penulis akan menggunakan Segmentasi Episodik dalam menentukan alur dan pengalurannya. Berikut Inilah Segmentasi Episodik dalam cerita Malin Kundang Jadi Batu.
Episode 1
s                                                              t                                                   s”
Hiduplah sebuah keluarga       Sang ayah mencari nafkah        Ayah Malin tidak nelayan di pesisir pantai   ke negri seberang karena             kembali ke kampung wilayah sumatera                   kondisi keuangan keluarga        halaman                                                                        yang memprihatinkan
Episode 2
s                                                              t                                                    s”
Ayah Malin tidak kembali      Ibu Malin menggantikan      Malin beranjak dewasa
Kampung halaman                  posisi ayahnya untuk            dan ia pun ingin mem-
mencari nafkah                     bantu ibunya untuk                                                                                             mencari nafkah
Episode 3
s                                                              t                                                    s”
Malin beranjak dewasa           Malin menuju dermaga         Kapal yang ditumpangi
dan ia pun ingin mem-            untuk pergi  ke negri             Malin di serang bajak
bantu ibunya untuk                 sebrang yang di antar            laut, Malin terkatung-
mencari nafkah                        ibunya                                   katung di tengah laut

Episode 4
s                                                              t                                                    s”
Kapal yang di tumpangi        Malin di tolong masyarakat       Malin bekerja di desa Malin di serang bajak           desa yang kebetulan desa itu           itu dengan ulet dan
laut, Malin terkatung-           merupakan desa yang subur      gigih, akhirnya ber-
katung di tengah laut                                                              hasil jadi kaya

Episode 5
s                                                              t                                                    s”
Malin bekerja di desa       Malin kundang mempersunting   Berita Malin kaya raya
itu dengan ulet dan           seorang gadis untuk menjadi       telah sampai kepada  gigih, akhirnya berhasil    istrinya                                               ibunya
jadi kaya
 Episode 6
s                                                              t                                                    s”
Berita Malin kaya raya        Ibunya merasa bersyukur,          Malin dan istrinya telah sampai kepada            gembira dan menantikan           melakukan pelayaran dengan ibunya         anaknya pulang kampung           dengan kapal besar                                                                                                            dan indah
Episode 7
s                                                             t                                                    s”
Malin dan istrinya           Ibu malin melihat bahwa          Malin turun dari kapal dan
melakukan pelayaran     dalam kapal itu ada anak          ibunya segera memeluk dengan kapal besar             dan menantunya                      anaknya namun Malin
dan indah                                                                         segera melepaskankannya                                           sambil mendorongnya
Episode 8
s                                                              t                                                    s”
Malin turun dari kapal dan      Malin berpura-pura tidak     Ibu Malin sangat marah dan ibunya segera memeluk    mengenali ibunya karena     dan akhirnya mengutuk
anaknya namun Malin             malu dengan ibunya yang     Malin menjadi batu segera melepaskannya       sudah tua dan bajunya           berbentuklah Malin               
sambil mendorongnya             yang compang camping         menjadi batu karang.

Ada delapan episode dalam cerita Malin Kundang Jadi Batu ini. Semuanya memperlihatkan transformasi dalam cerita. Cerita ini dimulai dari sebuah keluarga yang kondisi keuangannya memprihatinkan. Kemudian seorang ayahnya merantau ke negeri seberang untuk mencari nafkah, namun telah lama ayah Malin pun tidak kembali lagi, akhirnya ibunya Malin yang menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah dengan banting tulang untuk memenuhi kehidupan dia dan anaknya Malin. Situasi awal Malin yang beranjak tumbuh menjadi dewasa ia merasa kasihan dengan ibunya maka dari itu ia berfikir untuk ikut membantu ibunya mencari nafkah. Malin pun pergi ke negeri sebrang namun saat keberangkatan di dalam kapal ia terkena masalah, kapal yang di tumpangi di serang bajak laut dan akhirnya malin terkatung-katung d tengah laut, sampai akhirnya ia terdampar di sebuah desa yang kebetulan desa itu merupakan desa yang subur. Malin pun bekerja di desa tersebut dengan kegigihan dan keuletannya itu.
Kemudian tranformasi kembali terjadi ketika Malin telah menjadi orang kaya raya dan berencana untuk mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya, kabar itu telah terdengar oleh ibunya di kampong. Malin akhirnya menikah juga dengan gadis yang di inginkannya. Pada suatu saat malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal besar dan indahnya, ibunya yang terus menunggu kedatangan anaknya akhirnya ibunya melihat kapal tersebut dan ia yakin bahwa di dalam kapal itu ada anaknya dan menantunya. Malin pun turun dari kapal tersebut dan ibunya segera menyambut kedatangan malin dengan segera memeluk Malin tetapi Malin segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorong ibunya sampai terjatuh, Malin berpura-pura tidak mengenal ibunya itu karena merasa malu dengan ibunya yang sudah tua dengan berbaju compang-camping. Ibu Malin merasa kaget dan marah dengan perlakuan anaknya terhadap dirinya. Dan akhirnya ibunya mengutuk malin menjadi batu berbentuklah Malin menjadi batu karang.
2.2. Analisis Tokoh dan Penokohan
       Dalam kisah Malin Kundang terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam kisah tersebut, seperti: Malin Kundang, Ibu Malin Kundang, Istri Malin Kundang, Bajak Laut, Ayah Malin, Masyarakat Desa.
Malin Kundang adalah seorang anak dari keluarga yang tinggal di pesisir laut di wilayah Sumatera, pada awalnya ia merupakan seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Dia rela merantau dan jauh dengan ibunya demi meringankan beban ibunya. Namun pada akhirnya setelah menjadi orang kaya raya Malin menjadi sosok yang lupa diri akan asalnya dan menjadi sosok yang sombong setelah mengalami perubahan status kelas sosial yang berbeda dengan ibunya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
Berbakti pada orang tua : Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya
lupa diri akan asalnya dan sombong :  “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Ibu Malin adalah seorang ibu kandung dari Malin Kundang, ia adalah seorang wanita pekerja keras, ia membanting tulang untuk membesarkan anaknya tanpa suaminya dan ia pun merupakan ibu yang penyayang, ia sangat menyayangi Malin, Walaupun dia berprilaku kurang bermoral dalam bersikap terhadap ibunya, dia tetap mengakui anaknya, hal tersebut telihat bahwa ibu Malin sayang kepada anaknya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
Ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.
Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
”Kau Malin, kan?” Diam. Tatapannya seolah menusukkan anak panah di jantung Malin. “Kau? Kau?” terhenti lagi. Malin tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Namun perempuan itu terus mendekatinya. Air matanya tumpah ruah di pipinya. “Kau anakku, Malin”
Istri Malin Kundang merupakan gadis yang di persunting Malin menjadi istrinya. Pada cerita Malin Kundang karakteristik tokoh istri kurang begitu jelas. Namun, ada pesan moral yang tersirat, yaitu seorang istri seharusnya mampu meredam atau bisa memperingatkan suami dalam tingkah laku, yaitu ketika Malin Kundang dipeluk ibunya lalu Malin mendorongnya dengan kasar, dan memaki-maki ibunya, seharusnya seorang istri mampu memperingatkan suami untuk tidak bersikap sombong kepada orang lain, apalagi kepada ibu sendiri. istri Malin Kundang juga merupakan sebagai tokoh pendukung atau tambahan.
2.3. Latar
Dalam kaitannya dengan analisis latar, latar ini terbagi ke dalam dua aspek, yaitu, latar tempat dan latar waktu. Adapun hal-hal yang melatar dalam cerita Malin Kundang Menjadi Batu adalah:
Latar tempat yaitu Pesisir pantai wilayah Sumatra, Kapal, Desa, Tengah laut, Pantai, dan Ruang kecil. Hal ini dapat di lihat dalam kutipan-kutipan berikut:
“Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang .
Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut.
Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.
Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya.
Latar waktu yaitu Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, 1 tahun. Hal ini dapat di lihat dalam kutipan berikut:
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.

2.4. Tema
Tema adalah merupakan ide pokok sebuah cerita yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
Tema yang terkandung dalam cerita Malin Kundang Menjadi Batu adalah tentang sifat durhaka yang mengakibatkan kutukan.
2.5 Sudut pandang
Dalam kaitannya dengan kehadiran pengarang dalam cerita, bahwa pengarang benar-benar tidak ada dalam cerita atau pengarang ada diluar cerita tersebut (ekstern). jika penulis di lihat dari sudut pandang pengarang.
Pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

BAB III
ANALISIS STRUKTUR CERPEN SI LUGU DAN SI MALIN KUNDANG  KARYA HAMSAD RANGKUTI

3.1. Analisis Alur dan Pengaluran
Alur mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sebuah cerita, hal ini berhubungan dengan pola jalan cerita. Bisa disimpulkan bahwa alur merupakan sebuah rangkaian peristiwa atau pun kejadian yang mempunyai hubungan kausalitas (sebab-akibat). Dalam mengkaji alur dan pengaluran dari cerita Malin Kundang Menjadi Batu, penulis akan menggunakan Segmentasi Episodik dalam menentukan alur dan pengalurannya. Berikut Inilah Segmentasi Episodik dalam cerpen Si lugu dan Si Malin Kundang.
Episode 1
s                                                              t                                                    s”
Orang tua yang di hambat          Polisi lalu lintas datang           Orang tua itu ingin masuk kompleks perumahan       dan ikut campur                           bertemu anaknya     mewah oleh sekuiriti                         
Episode 2
s                                                              t                                                    s”
Orang tua itu ingin      Polisi itu meragukan Orang tua               Orang tua itu tetap
bertemu anaknya        yang menyebut anaknya penghuni          ingin masuk rumah
Kompleks yang mewah ini karena          mewah itu
orangtua itu berasal dari kampung                 
Episode 3
s                                                              t                                                    s”
Orang tua itu tetap ingin       Polisi tetap tidak ngijinkan      Polisi  menghina orang
masuk rumah mewah itu      dan masih tidak percaya           tua itu dengan sebutan                                               pada orang tua itu                fakir miskin
Episode 4
s                                                              t                                                    s”
Polisi menghina orang           Orangtua itu menyebut polisi     Polisi itu tua terkejut tua itu dengan sebutan                       itu Malin Kundang, dan            namun tetap merasa                                                 akan di kutuk menjadi batu       tidak percaya orang                                                                                                       tua itu ayah pemilik
                                                                                                  rumah mewah itu
Episode 5
s                                                              t                                                    s”
Polisi itu terkejut namun         Seorang lelaki dan istrinya       Seorang lelaki itu tetap merasa tidak percaya             datang dengan sebuah mobil    melihat bahwa orang
orang tua itu ayah pemilik       mewah                                       tua itu ayahnya
rumah mewah itu                                                                   


Episode 6
s                                                              t                                                    s”
Seorang  lelaki itu melihat       Orangtua dan lelaki itu              Polisi itu tercengang bahwa orang tua itu                 berpelukan dan meneteskan     melihat peristiwa itu
ayahnya                                   air mata

Episode 7
s                                                              t                                                    s”
Polisi itu tercengang              Orangtua itu kembali         Polisi itu terpaku, seakan
melihat peristiwa itu              memanggil polisi itu           tidak percaya dan bingung
         “Malin Kundang”                                 
Episode 8
s                                                              t                                                    s”
Polisi itu terpaku,           Orang tua itu pergi menaiki              Orang tua itu merasa
seakan tidak percaya      mobil mewah dengan anaknya         iba dan menduga                        dan bingung                   dan melihat patung-patung                  polisi itu menjadi
                                       polisi dalam guyuran hujan               batu.
   di pinggir jalan
                                               
Ada delapan episode dalam cerpen Si lugu dan  Si Malin Kundang ini. Semuanya memperlihatkan transformasi dalam cerita. Cerita ini dimulai dari Orang tua yang di hambat masuk kompleks perumahan mewah oleh sekuriti karena masalah sepele yaitu orang tua itu berasal dari kampung, padahal orangtua tersebut sudah jauh-jauh pergi ke perumahan mewah itu hanya untuk bertemu anaknya. Polisi lalu lintas pun datang dan berusaha ikut campur dan meragukan orangtua itu yang menyebut anaknya penghuni kompleks mewah itu. Polisi dan sekuriti pun membunuh ayam bawaan orangtua itu dari kampung karena ayam tersebut katanya pembawa virus. Namun orangtua itu tetap pada pendiriannya untuk  masuk rumah mewah itu tetapi polisi lalu lintas itu tetap juga tidak memberi ijin dan tidak percaya, bahkan polisi lalu lintas itu menyebut orangtua itu seperti fakir miskin.
Kemudian tranformasi kembali terjadi ketika orangtua itu di sebut fakir miskin oleh polisi lalu lintas, kemudian orang tua itu memanggil polisi itu dengan sebutan Malin Kundang yang akan menjadi batu. Polisi itu pun merasa kaget, tercengang dan bingung. Datanglah seorang lelaki dan istrinya di mobil yang mewah. Lelaki itu menyebutkan bahjwa itu ayah, turunlah lelaki itu dan istrinya dari mobil dan anak dan ayah pun saling berpelukan dengan meneteskan air mata. Polisi itu tercengang melihat peristiwa iotu dan seakan tidak percaya. Dan orangtua itu kembali menyebut polisi itu malin kundang, orang tua itu menaiki mobil mewah dengan anaknya, di dalam mobil selama perjalanan orang tua itu melihat patung-patung polisi dalam guyuran hujan di pinggir jalan dan orang tua itu merasa iba dan menduga bahwa patung itu adalah polisi lalu lintas tadi.



3.2 Tokoh dan Penokohan
Dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat beberapa tokoh yang ada dalam cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” sehingga alur cerita menjadi jelas dan menarik, yaitu tokoh Ayah, Sekuriti Kompleks, Polisi Lalu Lintas, Anak dan Menantu.
Ayah adalah orangtua dari anak pemilik kompleks mewah yang berasal dari kampung. Tokoh ayah ini memiliki watak yang teguh pendirian. Hal itu terbukti saat orang tua itu bersikeras akan menemui anaknya yang kaya raya. Berikut kutipan ceritanya.
“Aku tetap akan mendatangi rumah anakku di dalam kompleks perumahan yang Engkau katakan mewah ini.”
 “O, begitu. Tapi itu tidak mungkin. Tidak masuk akal. Kami tidak yakin Bapak adalah ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini.”
Polisi lalu lintas adalah seorang polisi yang mengurus lalu lintas. Tokoh polisi lalu lintas berwatak arogan, ikut campur urusan orang lain, dan suka melecehkan orang. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
“Di sini tinggal orang-orang kaya. Tidak mungkin dan tidak masuk akal, ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini adalah Bapak. Pakaian Bapak adalah pakaian orang yang tak berpunya. Hampir sama dengan pakaian fakir miskin. Apa lagi ini.”
Sekuriti adalah penjaga kompleks perumahan mewah, tokoh sekuriti ini meremehkan oranglain dengan memandang orang sebelah mata, ia menghambat orangtua masuk kompleks hanya dengan alasan orangtua itu dari kampung. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

“Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu. Setandan pisang, dua ikat jagung, satu buah nangka masak, dan seekor ayam”
Lelaki adalah anak dari ayah yang dari kampung, lelaki ini kaya raya, baik, tidak sombong walaupun orang kaya, sopan kepada orangtuanya, dan tidak lupa pada orangtuanya walaupun orang tua itu berasal dari kampong. Hal itu terlihat pada kutipan berikut:
Sebuah mobil kelas termahal berbelok ke arah pintu gerbang perumahan mewah itu. Lelaki yang duduk di bangku belakang menyentuh pundak sopir dan meminta kendaraan itu dihentikan. Lelaki itu bersama istrinya sedang pulang dari bepergian.
 “Ayah!” Kata lelaki itu. Orang tua itu melihat ke lelaki itu. Dia berdiri dan air matanya menetes. Lelaki itu menerkam tubuh orang tua itu dan memasukkannya ke dalam dekapannya. Si istri mencium tangan laki-laki tua itu.
“Ayo, Ayah!” Kata laki-laki itu membimbing ayahnya masuk ke dalam mobil.
Istri adalah istri dari lelaki dan menantu ayah atau orangtua. ia memiliki sikap baik hati, turut pada suami, tidak sombong, dan sopan terhadap mertuanya. Hal ini bias di lihat dari cuplikan berikut:
“Ya, betul. Itu ayahmu. Ayahku juga. Mertuaku!”
Lelaki itu membuka pintu mobil. Dia turun. Langkahnya diikuti istrinya.
Si istri mencium tangan laki-laki tua itu.
Si wanita memeluk ayah suaminya itu dan mendudukkannya di bangku depan. Sebelum pintu tertutup, orang tua itu masih sempat menoleh ke polisi lalu lintas itu.
3.3 Latar
Dalam kaitannya dengan analisis latar, latar ini terbagi ke dalam dua aspek, yaitu, latar tempat dan latar waktu. Adapun hal-hal yang melatar dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang adalah:
Latar tempat yaitu kompleks perumahan mewah, markas kepolisian, ruang markas, kamar kecil, gudang, mobil mewah, perempatan
”Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu…”
“Lelaki yang didatangi ayahnya itu ingin membawa ayahnya berjalan-jalan melihat-lihat kota. Kali ini lelaki itu membawa langsung mobil mewahnya bersama istrinya yang duduk di sampingnya.
Dia puas bisa menyenang-nyenangkan ayahnya. Waktu itu hujan lebat. Lampu lalu lintas tiba-tiba berwarna merah waktu mobil itu sampai di perempatan. Mobil dia hentikan.
3.4 Tema
Tema adalah merupakan ide pokok sebuah cerita yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan problematika sosial yang berada di masyarakat dan  mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan masalah kutukan. Kita dapat melihat bagaimana keraguan sekuriti dan polisi kepada orang tua yang hendak  bertemu anaknya karena alasan yang cukup sederhana, yaitu orang tua tersebut datang dari kampung. Tidak adil rasanya menilai seseorang hanya melihat dari latar belakangnya. Sampai akhirnya tokoh orangtua itu mengutuk polisi lalu lintas menjadi batu seperti pada kisah Malin Kundang.
3.5 Sudut Pandang pengarang
Dalam kaitannya dengan kehadiran pengarang dalam cerita, bahwa pengarang benar-banar tidak ada dalam cerita atau pengarang ada diluar cerita tersebut (ekstern) jika penulis di lihat dari sudut pandang pengarang.
Pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orangtua itu mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu…”






BAB IV
JENIS TRANSFORMASI DALAM CERPENSI LUGU DAN MALIN KUNDANG KARYA HAMSAD RANGKUTI

            Dalam proses peralihan dari kisah Malin Kundang Jadi Batu kedalam cerpen si lugu dan malin kundang karya hamsad rangkuti terjadi beberapa bentuk tranformasi, seperti yang kita ketahui ada empat macam bentuk transformasi yaitu: afirmasi diartikan sama dengan teks yang mendahului (pengukuhan), restorasi yaitu perubahan (terbatas) dari teks yang mendahului, parodi merupakan perubahan ari bentuk semula, dikemas menjadi parodi atau cerita lucu, negasi yaitu berbeda jauh dengan teks yang mendahului. Dan inilah jenis trasformasi dalam Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti:
Tabel Transformasi kisah Malin Kundang Jadi Batu cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti
Jenis
Teks       Hipogram
Teks Transformasi
Jenis Transformasi
Alur dan pengaluran
-
-
Restorasi
Tokoh dan penokohan
-
--
Negasi
Latar
-
-
Negasi
Tema
-
-
Afirmasi
Sudut pandang pengarang
-
-
Afirmasi
       Setelah penulis menganalisis lebih teliti dan lebih jauh lagi ternyata banyaknya perubahan pada teks trasformasi dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti, hal ini tentunya dikaitkan dengan teks hipogram yang telah ada.
       Dari segi alur dan pengaluran dapat penulis simpulkan bahwa dalam Si Lugu dan Si Malin Kundang telah terjadi Restorasi, karena terlihat dari perubahan alur dari teks yang mendahului.
Persamaan : Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” menceritakan seorang ayah yang miskin pergi menemui anaknya yang kaya raya di sebuah kompleks perumahan mewah. Namun, ketika mau memasuki gerbang kompleks mewah itu, dia dihadang oleh securiti kompleks dan polisi lalu lintas. Tokoh ayah kemudian mengutuk tokoh polisi lalu lintas menjadi batu. Jadi, cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang”  sebetulnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan tokoh Malin Kundang. Pada cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” ada beberapa alur cerita yang sama dengan cerita Malin Kundang. Seorang ayah pada cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” menerima perlakuan yang sama dengan tokoh ibu pada cerita Malin Kundang, yaitu dihina dan dianiaya. Persamaan lain dari cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dengan cerita Malin Kundang yaitu tokoh yang dianiaya mengutuk tokoh yang menganiaya menjadi batu.
Perbedaan: Pada cerita Malin Kundang yang mengutuk ibu notabennya seorang perempuan yaitu posisi ibu, pada cerpen ”Si Lugu dan Si Malin Kundang” yang mengutuk itu posisi orang tua yang notabennya laki-laki.
Dalam kaitanya dengan Tokoh dan penokohan pada cerpen Si Lugu dan Malin Kundang, jika penulis membandingkan dengan kisah Malin Kundang, maka sangatlah tampak perbedaan tokoh yang dirubah dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang sedangkan dalam kisah Malin Kundang jadi Batu tidak dikisahkan,  maka dari itu pada tokoh dan penokohan ini terjadi negasi.
Perbedaan tokoh cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dan cerita   Malin Kundang Menjadi Batu dapat dilihat dalam bagan berikut
No
Cerita Malin Kundang Jadi Batu
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang”
1
Malin kundang
Orang tua (ayah dari laki-laki pemilik rumah di kompleks)
2
Ibu Malin Kundang
Polisi Lalu lintas
3
Istri Malin
Sekuriti kompleks
4
Bajak laut
Suami
5
Ayah Malin
Istri
6
Masyarakat desa
-
Dilihat dari perbandingan di atas, keduanya sangat berbeda. Semua tokoh cerita asli hilang dan muncul tokoh-tokoh yang baru.
       Lalu ada pula latar dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang, setelah penulis membandingkan dengan kisah Malin Kundang Menjadi Batu, maka penulis dapat merasakan bahwa latar dalam cerpen ini sangatlah berbeda jauh dengan kisah malin kundang jadi batu.maka dari itu disebut dengan negasi.
Perbedaan latar cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dan cerita   Malin Kundang dapat dilihat dalam tabel berikut.
No
Cerita “Malin Kundang”
Cerpen ” Si Lugu dan Si Malin Kundang”
Latar Tempat
Latar Waktu
Latar Tempat
Latar Waktu
1
Pesisir pantai wilayah Sumatra
Semingu
kompleks perumahan mewah
-
2
Kapal
dua minggu
markas kepolisian
-
3
Ruang kecil
sebulan
ruang markas
-
4
Tengah laut
dua bulan
kamar kecil
-
5
Pantai
1 tahun lebih
gudang
-
6
Desa

mobil mewah
-
7


perempatan
-
 
          Kaitannya dengan Tema, ternyata penulis melihat ada banyak hal yang penulis dapatkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tema. Tema dari kedua kisah tersebut yaitu antara kisah Malin Kundang Jadi Batu dan cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti adanya persamaan dalam penentuan tema, hal ini terbukti dari 
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan masalah kutukan. Namun, pengemasan setiap cerita masing-masing sangat berbeda.Maka dari itu terjadi afirmasi.
Jika penulis lihat dari sudut pandang pengarang, hal inilah yang terdapat persamaan antara keduanya yaitu posisi pengarang yang benar-benar ada diluar cerita tersebut. Maka dari itu terjadi afirmasi atau persamaan.


BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu dapat kita analisis berkaitan dengan struktur yang mengenainya, berkaitan dengan alur, yaitu : Cerita ini dimulai dari sebuah keluarga yang kondisi keuangannya memprihatinkan. Kemudian seorang ayahnya merantau ke negeri seberang untuk mencari nafkah, namun telah lama ayah Malin pun tidak kembali lagi, akhirnya ibunya Malin yang menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah dengan banting tulang untuk memenuhi kehidupan dia dan anaknya Malin. Situasi awal Malin yang beranjak tumbuh menjadi dewasa ia merasa kasihan dengan ibunya maka dari itu ia berfikir untuk ikut membantu ibunya mencari nafkah. Malin pun pergi ke negeri sebrang namun saat keberangkatan di dalam kapal ia terkena masalah, kapal yang di tumpangi di serang bajak laut dan akhirnya malin terkatung-katung d tengah laut, sampai akhirnya ia terdampar di sebuah desa yang kebetulan desa itu merupakan desa yang subur. Malin pun bekerja di desa tersebut dengan kegigihan dan keuletannya itu. Kemudian ketika Malin telah menjadi orang kaya raya dan berencana untuk mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya, kabar itu telah terdengar oleh ibunya di kampong. Malin akhirnya menikah juga dengan gadis yang di inginkannya. Pada suatu saat malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal besar dan indahnya, ibunya yang terus menunggu kedatangan anaknya akhirnya ibunya melihat kapal tersebut dan ia yakin bahwa di dalam kapal itu ada anaknya dan menantunya. Malin pun turun dari kapal tersebut dan ibunya segera menyambut kedatangan malin dengan segera memeluk malin tetapi malin segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorong ibunya sampai terjatuh, malin berpura-pura tidak mengenal ibunya itu karena merasa malu dengan ibunya yang sudah tua dengan berbaju compang-camping. Ibu malin merasa kaget dan marah dengan perlakuan anaknya terhadap dirinya. Dan Akhirnya ibunya mengutuk Malin menjadi batu berbentuklah malin menjadi batu karang.
Adapun  Dalam kisah Malin Kundang terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam kisah tersebut, seperti : Malin Kundang, Ibu Malin Kundang, Istri Malin Kundang, Bajak Laut, Ayah Malin, Masyarakat Desa. Dengan tokoh utama yaitu malin kundang
Latar dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu terbagi dua, yaitu latar tempat dan latar waktu. Latar tempat dalam kisah malin kundang yaitu Pesisir pantai wilayah Sumatra, Kapal, Desa, Tengah laut, Pantai, dan Ruang kecil. Dan Latar waktunya yaitu Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, 1 tahun.
Tema yang terkandung dalam cerita Malin Kundang Menjadi Batu adalah tentang sifat durhaka kepada orangtua yang mengakibatkan kutukan.
Sudut pandang pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita.
Dalam cerpen Si lugu dan Si Malin Kundang dapat kita analisis berkaitan dengan struktur yang mengenainya, berkaitan dengan alur, yaitu : Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” menceritakan seorang ayah yang miskin pergi menemui anaknya yang kaya raya di sebuah kompleks perumahan mewah. Namun, ketika mau memasuki gerbang kompleks mewah itu, dia dihadang oleh securiti kompleks dan polisi lalu lintas. Tokoh ayah kemudian mengutuk tokoh polisi lalu lintas menjadi batu.
Dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat beberapa tokoh yang ada dalam cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” sehingga alur cerita menjadi jelas dan menarik, yaitu tokoh Ayah, Sekuriti Kompleks, Polisi Lalu Lintas, Anak dan Menantu.
Latar pada cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat latar tempat yaitu kompleks perumahan mewah , markas kepolisian, ruang markas, kamar kecil, gudang, mobil mewah, perempatan.
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan problematika sosial yang berada di masyarakat dan  mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan masalah kutukan. Kita dapat melihat bagaimana keraguan sekuriti dan polisi kepada orang tua yang hendak  bertemu anaknya karena alasan yang cukup sederhana, yaitu orang tua tersebut datang dari kampung. Tidak adil rasanya menilai seseorang hanya melihat dari latar belakangnya. Sampai akhirnya tokoh orangtua itu mengutuk polisi lalu lintas menjadi batu seperti pada kisah Malin Kundang.
Sudut pandang pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita. 
       Transformasi kisah Malin Kundang Jadi Batu cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti
Alur dan pengaluran – Restorasi
Tokoh dan penokohan - Negasi
Latar - Negasi
Tema – Afirmasi
Sudut pandang pengarang – Afirmasi
5.2  Saran
       Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan  kesalahan serta jauh dari sempura, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat serta memberi sedikit pengetahuan tentang analisis dengan menggunakan pendekatan resepsi sastra.




DAFTAR PUSTAKA
Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Junus, Umar . (1985). Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rangkuti, Hamsad. 2007. ”Si Lugu dan Si Malin Kundang”. [Online]. Tersedia: http://www.sriti.com/story_view.php?key=2597.  [26 September 2011].
"Hamsad Rangkuti", profil tokoh di situs Taman Ismail Marzuki
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.2011. Hamsad Rangkuti.[online]. Tersedia : www.wikipedia.org. Unggah 27 Oktober 2011

Wikipedia, ensiklopedia bebas.2011. “Malin Kundang Jadi Batu”. [Online]. Tersedia: www.pondokbaca.com. [26 Septembe 2011]










Si Lugu dan Si Malin Kundang

Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu. Setandan pisang, dua ikat jagung, satu buah nangka masak, dan seekor ayam. Polisi lalu lintas melihat peristiwa itu dan menghentikan kendaraan roda duanya. Dia ingin tahu walau sebenarnya hal semacam itu bukanlah tugasnya.
Ada apa ini?” katanya sambil mendekat. Dia lihat orang tua itu meletakkan barang bawaannya di sekitar dirinya yang sangat letih. Ayam jantan itu menjulurkan kepalanya dari dalam sangkar anyaman daun kelapa menghirup udara segar.
Orang tua ini mau masuk ke dalam. Dia berkeras kalau salah seorang penghuni rumah mewah yang kujaga ini adalah anaknya. Aku tak percaya. Apalagi dia hanya bisa menyebut nama anaknya. Sedang yang lain, yang dibutuhkan untuk mencari sebuah rumah tidak dapat dia sebutkan. Maka aku tidak mempercayainya.”
“Bapak tentu datang dari kampung. Barang bawaan ini menunjukkannya.”
Polisi itu memerhatikan kepala ayam yang terjulur dari dalam anyaman daun kelapa tidak jauh dari dia berdiri. Dia lihat mata ayam itu merah. Paruh ayam ternganga. Kerongkongan bergerak-gerak mengatur napas. Lidahnya terjulur meneteskan liur.
“Ayam ini tidak boleh dibiarkan hidup di sekitar kita. Kulihat tanda-tanda pembawa virus dimilikinya.” Dicabutnya pistol. “Mengorbankan sebutir peluru lebih baik daripada membiarkan virus yang dibawanya menyebar di kompleks perumahan ini.” Dia arahkan moncong pistol ke kepala ayam itu. Dia lihat ulang mata ayam itu. Paruhnya yang menganga, kerongkongan yang bergerak terus mengatur napas. Lidah menjulur mengeluarkan liur. “Maaf Pak. Ayam ini harus dimusnahkan. Satu butir peluru…,” dia mulai menimbang-nimbang, “sayang juga.” Dia balikkan arah pistol. Moncong pistol dia pegang. Dia sangat berbakat dalam hal tak berperasaan. Dia tetak kepala ayam itu dengan gagang pistol. Ayam menggelupur dalam anyaman daun kelapa. Dia menoleh ke sekuriti, “Bawa ke sana. Gali lubang. Bakar!” Sekuriti rumah mewah itu mengambil ayam yang masih menggelepar-gelepar di dalam anyaman daun kelapa. Dia pun menggali lubang, memasukkan ayam yang masih terus menggelepar ke dalam lubang, dan membakarnya dengan ranting-ranting kering dan daun-daun kering. Orang tua itu ternganga melihat semua itu.
“Maaf Bapak. Ini terpaksa saya lakukan.” Katanya sambil menggosokkan gagang pistol ke rumput. “Coba Bapak katakan apa yang ingin Bapak lakukan bila kami izinkan Bapak masuk ke dalam kompleks perumahan mewah ini?”
“Aku akan mendatangi rumah anakku di dalam kompleks perumahan yang Engkau katakan mewah ini.”
“O, begitu. Tapi itu tidak mungkin. Tidak masuk akal kami. Kami tidak yakin Bapak adalah ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini.”
“Jadi Engkau juga tidak percaya kalau aku adalah ayah dari salah seorang penghuni kompleks perumahan ini? Aku tidak boleh masuk mencari rumah anakku. Aku tidak boleh mengetuk dari pintu ke pintu sampai aku menemukan pintu rumah anakku.”
“Tidak boleh.” Polisi lalu lintas itu sekarang telah mengambil alih menangani orang tua itu. Dia lupa pada tugasnya sebagi polisi lalu lintas. Dia telah mengambil alih tugas sekuriti rumah mewah itu. Sekarang dia merasa dialah yang harus menangani orang tua itu.
“Di sini tinggal orang-orang kaya. Tidak mungkin dan tidak masuk akal, ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini adalah Bapak. Pakaian Bapak adalah pakaian orang yang tak berpunya. Hampir sama dengan pakaian fakir miskin. Apa lagi ini.”
“Jadi Engkau tidak percaya kalau aku adalah orangtua salah seorang penghuni rumah mewah yang kalian katakan itu? Kalian adalah masyarakat Malin Kundang. Engkau mewakili masyarakat itu! Engkau akan menjadi batu.” Orang tua itu menunjuk ke polisi lalu lintas itu. Polisi lalu lintas itu terkejut:
Apa maksud orang tua ini? Aku mewakili masyarakat Malin Kundang? Legenda itu menceritakan orang-orang tidak percaya kalau wanita tua yang mengenakan pakaian yang dia punya adalah ibu si Malin Kundang. Tidaklah mungkin wanita tua terlunta-lunta di tepi pantai menunggu kedatangan anaknya adalah ibu seorang kaya raya. Ibu orang yang bepergian dengan kapal miliknya dari pulau ke pulau, menjalankan usaha di jalur perdagangannya. Dia datang ke pulau itu rindu akan kampung halamannya. Ibunya mendengar kabar kedatangan anaknya. Dia datang menyambut, tetapi orang-orang menertawakannya dan mengejeknya. Malin Kundang tidak mengakuinya sebagai ibu. Jadi, orang tua ini merasa diperlakukan seperti yang dilakukan Malin Kundang terhadap ibunya.
“Ya, betul. Kami tidak percaya. Bapak tidak mungkin ayah dari salah seorang pemilik rumah mewah ini.”
“Apa Engkau mau menjadi batu?”
Polisi lalu lintas itu tersenyum. Dia merasa ucapan orang tua itu sebuah lelucon.
Sebuah mobil kelas termahal berbelok ke arah pintu gerbang perumahan mewah itu. Lelaki yang duduk di bangku belakang menyentuh pundak sopir dan meminta kendaraan itu dihentikan. Lelaki itu bersama istrinya sedang pulang dari bepergian.
“Tunggu sebentar,” katanya. Dia perhatikan orang tua yang duduk di bendul jalan. Dia menoleh kepada istrinya. “Orang tua itu seperti ayah. Coba kau lihat. Ya…, seperti ayah. Ya! Itu Ayah! Lihat, apa yang dia bawa? Setandan pisang. Dua ikat jagung, dan sebuah nangka.”
“Ya, betul. Itu ayahmu. Ayahku juga. Mertuaku!”
“Ya, itu adalah ayah!”
Lelaki itu membuka pintu mobil. Dia turun. Langkahnya diikuti istrinya.
“Ayah!” Kata lelaki itu. Orang tua itu melihat ke lelaki itu. Dia berdiri dan air matanya menetes. Lelaki itu menerkam tubuh orang tua itu dan memasukkannya ke dalam dekapannya. Si istri mencium tangan laki-laki tua itu.
“Ayah!” Katanya.
Si Polisi lalu lintas tercengang menyaksikan peristiwa itu. Penjaga kompleks perumahan mewah itu juga tercengang. Buru-buru dia membuka pintu gerbang.
“Ayo, Ayah!” Kata laki-laki itu membimbing ayahnya masuk ke dalam mobil. Si wanita memeluk ayah suaminya itu dan mendudukkannya di bangku depan. Sebelum pintu tertutup, orang tua itu masih sempat menoleh ke polisi lalu lintas itu.
“Malin Kundang,” katanya. Anak dan menantunya tidak mendengar jelas kata-kata itu. Pintu ditutup si anak. Dia masuk menyusul istrinya di kursi belakang. Si sopir membuka pintu dan turun mengambil satu per satu bawaan lelaki tua itu. Mula-mula dia angkat satu tandan pisang, lalu dua ikat jagung, dan kemudian satu buah nangka. Semua dia masukkan ke tempat barang di buntut mobil.
“Ayah juga membawa ayam, tapi ayam itu mereka bunuh dan mereka bakar di dalam lubang.”
“Maafkan mereka ayah. Ayam hidup tidak boleh dibawa masuk ke dalam kompleks.”
Penjaga kompleks perumahan mewah itu membuka pintu gerbang selebar-lebarnya dan tampak dia terbingung-bingung. Polisi lalu lintas itu terpaku memerhatikan semua kejadian itu. Dia setengah tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Polisi lalu lintas itu masih juga terbingung-bingung. Keterpukauannya disentakkan bunyi gerbang yang ditutup. Dia jadi teringat apa yang diucapkan orang tua itu. Malin Kundang. Apa hubungannya dengan aku. Malin Kundang memang menjadi batu dalam lagenda itu. Dia sentakkan kepalanya dari keterpukauannya untuk mengembalikan kesadarannya. Dia naik ke atas kendaraan roda duanya, menghidupkan mesin, dan meneruskan perjalanannya menuju markas kepolisian tempat dia bekerja. Dia terus memacu kendaraannya, lalu membelok ke dalam halaman markas. Dia sampai ke ruang markas. Masuk ke salah satu ruang dan melepas helm. Dia duduk sebentar lalu seperti teringat sesuatu. Dia beranjak dan pergi ke kamar kecil, membasuh popor pistol dari darah ayam yang sudah mengering. Kemudian dia kembali ke ruang tempat dia tadi duduk. Waktu melintas di depan gudang penyimpanan barang-barang, dia lihat pintu gudang tidak tertutup rapat. Lewat pintu yang sedikit renggang dia lihat patung dari bahan semen tersimpan di dalam. Selama ini dia tidak tertarik untuk masuk ke dalam dan memerhatikan patung-patung itu dari dekat. Sekarang tiba-tiba dia tertarik. Apakah setelah mendengar ucapan orang tua itu dia lalu tertarik masuk ke dalam untuk melihat patung-patung itu lebih dekat. Dia tersenyum, lalu dia buka pintu gudang itu lebih lebar. Tampak patung-patung memberi hormat kepadanya. Dia senyum membalas hormat patung-patung itu.
“Mirip betul. Mirip betul dengan diriku kalau aku mengenakan pakaian dinas. Pematung yang terampil. Dia berhasil memindahkan profesi polisi lalu lintas ke dalam diri patung-patung ini.” Dia kembali senyum memandang satu per satu patung-patung itu.
Patung-patung polisi lalu lintas itu belum semua terpasang di tempat-tempat strategis di jalan-jalan kota.
Dia tersenyum. Mungkin dia teringat satu pengalaman waktu dia naik taksi bersama keluarga. Waktu itu hujan lebat. Lampu lalu lintas di perempatan jalan dari arah taksi yang dia naiki sedang berwarna merah. Dia coba uji ketaatan si sopir. “Tidak ada kendaraan yang melintas. Aman. Kebut saja, Pak.” “Jangan. Saya patuh pada peraturan. Tidak Bapak lihat polisi di bawah hujan lebat itu. Dia memberi hormat kepada kita di bawah guyuran hujan. Lihat di sebelah kiri di depan kita.” “Aku lihat. Langgar saja! Itu kan sebuah patung.” “Jangan. Tunggu hijau. Hormati Polisi Patung itu. Dia diletakkan untuk mengingatkan para pengguna jalan agar disiplin di jalan raya.” Dia sebagai polisi yang sedang tidak mengenakan pakaian dinas puas mendengar apa yang dikatakan sopir taksi itu. “Ada satu lagi Polisi yang berisiko kalau kita tidak mengindahkannya walau sebenarnya dia tidak terjaga. “Polisi apa itu?” “Polisi Tidur.”
Lelaki yang didatangi ayahnya itu ingin membawa ayahnya berjalan-jalan melihat-lihat kota. Kali ini lelaki itu membawa langsung mobil mewahnya bersama istrinya yang duduk di sampingnya. Dia puas bisa menyenang-nyenangkan ayahnya. Waktu itu hujan lebat. Lampu lalu lintas tiba-tiba berwarna merah waktu mobil itu sampai di perempatan. Mobil dia hentikan. Setelah menunggu agak lama, si istri berpaling ke kiri dan ke kanan, lalu berkata.
“Aman Pa. Jalan saja.”
“Jangan. Kita harus patuh pada peraturan lalu lintas. Coba lihat polisi itu. Dia hormat kepada kita di bawah guyuran hujan lebat.”
“Di sebelah mana? Aku tidak melihat ada polisi.”
“Sebelah kiri di depan kita.”
“O, itu. Itu kan patung.”
Orang tua itu mendengar apa yang dibicarakan anak dan menantunya. Dia melihat ke depan, ke arah yang dikatakan anak dan menantunya. Tampak olehnya Polisi Patung di bawah guyuran hujan lebat dalam posisi memberi hormat kepada mereka. Mobil pun berjalan karena lampu telah hijau. Dari jendela orang tua itu melihat ke luar. Dia perhatikan patung polisi itu dalam guyuran hujan. Dia iba melihat Polisi Patung itu. Dia tiba-tiba tersentak.
“Ya Allah. Polisi itu…, menjadi batu….” ***
Hamsad Rangkuti (28 Oktober 2007)


Si Malin Kundang Jadi Batu
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.
Malin Kundang termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu.  Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin Kundang tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin Kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang . Tetapi karena Malin Kundang terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati.
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut . Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai . Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin Kundang dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundangbeserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
“Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin Kundang menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang . Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
(Legenda Rakyat Minangkabau, diceritakan kembali oleh “Bunda Naila”)
Sumber: www.webgaul.com





TENTANG PENULIS
Saya bernama Iis Suprapti lahir di Sukabumi, 25 Maret 1992. Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sukabumi, saya adalah anak pertama dari enam bersaudara, ibuku bernama Lina Herlina, ia sosok perempuan yang hebat yang selalu memotivasi saya menjadi manusia yang bermanfaat bagi semua orang, Bapak saya bernama Ahmadi adalah sosok lelaki yang pekerja keras, rajin,dan  gigih yang selalu berjuang banting tulang untuk anak-anaknya. riwayat pendidikan saya mulai memasuki dunia pendidikan pada tahun 1997 di RA.Baitunur sampai tahun 1998, dari 1998 saya melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) di SDN Dayeuhluhur CBM sampai thun 2004, lalu melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2004 sampai 2007, lalu saya melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 2 Sukabumi tahun 2007-2010. Dan setelah itu saya  melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Swasta Universitas Muhammadiyah Sukabumi sampai saat ini.
Adapun dalam Pengalaman organisasi yang saya ikuti diantaranya MPK    (Musyawarah Perwakilan Kelas), RMDM (Remaja Mesjid Darul Ma’arif), English Club, CFC ( Computer Fans Club) dan HIMA SATRASIA sampai saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar