ANALISIS
RESEPSI SASTRA PADA CERPEN DI LUGU DAN SI MALIN KUNDANG KARYA HAMSAD RANGKUTI
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Alasan Pemilihan Korpus
Kehadiran suatu karya sastra tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra sebelumnya, yang pernah direspon
oleh sastrawan. Pengarang tidak semata-mata memproduksi karya, tetapi terlebih
dahulu juga merespon sebuah karya. Dari proses resepsi pengarang memiliki
langkah pijak untuk mereproduksi karya yang baru. Jadi, pengarang tidak
berangkat dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, pengarang mempelajari
gagasan yang tertuang dalam karya itu, memahami konvesi sastranya, konvensi
estetiknya, kemudian mentransformasikannya ke dalam suatu karya sastra.
Tulisan
ini mengkaji cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” secara intertekstual. Tujuan
kajian intertekstual cerpen ini adalah untuk memberikan makna secara lebih
penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya sering ada kaitannya
dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika
dikaitkan dengan unsur kesejarahan tersebut. Metode intertekstual dalam
analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan teks-teks sastra yang mentransformasi
dari teks yang lain yang merupakan teks hipogramnya. Dalam hal ini teks-teks
cerpen mentransformasi teks cerita Malin Kundang.
Teks
hipogram dan teks transformasi merupakan teks yang sangat berkaitan dengan
analisis resepsi sastra. Tidak sedikit teks hipogram yang telah ada begitu pula
sebaliknya dengan teks transformasi, akan tetapi dalam pemilihan teks tersebut
tentunya harus sangat berhati-hati dan antara keduanya pun harus memiliki
keterkaitan meskipun telah ada perubahan-perubahan dalam teks transformasinya
sekalipun.
Cerpen Si Lugu dan Si Malin kundang karya Hamsad Rangkuti bisa
digolongkan ke dalam teks transformasi karena teks ini merupakan teks baru dan
teks yang mengacu kekinian dan adapun kisah Malin Kundang Jadi Batu yang
menjadi teks hipogram dari cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad
Rangkuti. Dalam pemilihan korpus ini sangatlah tepat karena dapat penulis
analisis menggunakan pendekatan resepsi sastra. Antara keduanya ada keterkaitan
yaitu mengangkat tema tentang kedurhakaan yang
mengakibatkan kutukan.
1.2 Pengarang dan Karyanya
Hamsad Rangkuti (lahir di Titikuning, Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943; umur 68
tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia yang menulis cerita pendek terkenal
"Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu". Nama
aslinya Hasyim Rangkuti.
Bersama lima saudaranya, Hamsad melewatkan masa kecilnya
di Kisaran, Asahan, Sumatera
Utara. Dia suka menemani bapaknya, yang bekerja sebagai penjaga malam merangkap
guru mengaji, di pasar kota perkebunan itu. Hamsad juga membantu ibunya mencari
makan dengan menjadi penjual buah di pasar dan buruh pencari ulat di perkebunan
tembakau.
Karena tak mampu berlangganan koran dan membeli buku,
Hamsad rajin membaca koran tempel di kantor wedana setempat. Dari
koran-koran itu ia berkenalan berkenalan dengan karya-karya para pengarang
terkenal, seperti Anton Chekov, Ernest Hemingway, Maxim Gorki, O. Henry, dan Pramoedya
Ananta Toer. Dia pun mulai tertarik untuk menulis karya sastra. Cerita pendek
pertamanya dia tulis saat masih duduk di bangku SMP di Tanjungbalai, Asahan, pada
1959. Cerpen "Sebuah Nyanyian di Rambung Tua" itu dimuat di sebuah
koran di Medan.
Dia hanya bisa sekolah hingga kelas 2 SMA pada 1961,
karena tak mampu membayar uang sekolah. Hamsad lalu bekerja sebagai pegawai
sipil di Kantor Kehakiman Komando Daerah Militer II Bukit
Barisan di Medan. Tapi, ia tetap ingin menjadi pengarang. Pada 1964 dia masuk
rombongan delegasi pengarang Sumatera Utara pada Konferensi Karyawan Pengarang
Seluruh Indonesia (KKPI) di Jakarta dan sejak itu
menetap di Jakarta dan tinggal di Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat.
Hamsad termasuk seniman penandatangan Manifes Kebudayaan pada 1964,
pernyataan para seniman yang menolak politik sebagai panglima. Presiden Soekarno melarang
kelompok itu karena dinilai menyeleweng dan ingin menyaingi Manifesto Politik yang ia
tetapkan.
Sejumlah cerita pendek Hamsad telah diterjemahkan ke
dalam bahasa asing, seperti "Sampah Bulan Desember" yang
diterjemahkan ke bahasa Inggris dan "Sukri Membawa Pisau Belati" yang
diterjemahkan ke bahasa Jerman. "Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo"
dan "Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus" dimuat dalam Beyond
the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan
oleh Monash Asia Institute. Tiga kumpulan cerpennya Lukisan Perkawinan
dan Cemara di tahun 1982 serta Sampah Bulan Desember di tahun
2000, masing-masing diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan, Grafiti Pers, dan Kompas. Novel
pertamanya, Ketika Lampu Berwarna Merah diterbitkan oleh Kompas pada
1981. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek
mutakhir, termasuk Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir (1991) yang
disunting Suratman Markasam.
Penghargaan yang pernah diterimanya yaitu Penghargaan
Insan Seni Indonesia Mal Taman Anggrek & Musicafe (1999), Penghargaan
Sastra Pemerintah DKI (2000),
Penghargaan
Khusus Kompas atas kesetiaan
dalam penulisan cerpen (2001),
Penghargaan Sastra
Pusat Bahasa (2001),
Pemenang Cerita
Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka (2001) untuk
"Umur Panjang untuk Tuan Joyokoroyo" dan Senyum "Seorang
Jenderal pada 17 Agustus",
SEA Write Award (2008), Khatulistiwa Literary Award 2003 untuk Bibir
dalam Pispot,
Hadiah Harapan Sayembara Menulis Novel Dewan
Kesenian Jakarta 1981 untuk Ketika Lampu Berwarna Merah.
1.3 Landasan Teoretis
Secara luas intertekstual diartikan
sebagai jaringan hubungan antara satu teks dan teks yang lain. Lebih dari itu
teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa Latin) berarti
tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Produksi makna terjadi
dalam interteks yaitu melalui proses proposisi, permutasi, dan transformasi.
Penelitian dilakukan dengan cara mencari hubungan-hubungan bermakna di antara
dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak
terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang
seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram. Interteks dapat
dilakukan antara novel dan novel, novel dengan puisi, novel dan mitos. Hubungan
yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, tetapi juga sebaliknya
pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi (Ratna, 2004:173).
Mengenai keberadaan suatu hypogram dalam
interteks, selanjutnya Riffaterre (Ratna, 2005:222) mendefinisikan hipogram
sebagai struktur prateks, generator teks puitika lebih lanjut, Hutomo
(Hartyanto, 2008, 2001:118) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (berupa
ide, kalimat, ungkapan, peristiwa, dan lain-lain) yang terdapat dalam suatu
teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang dipengaruhinya.
Teori intertekstual memandang bahwa sebuah
teks yang ditulis lebih kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang
telah ditulis orang sebelumnya. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh
mandiri, dalam arti penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya juga, dilakukan
tanpa sama sekali berhubungan teks lain yang dijadikan semacam contoh, teladan,
kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145).
Teori intertektualitas dalam
kaitannya dengan resepsi sastra adalah bahwa adanya teks di dalam teks lain.
Teks hipogram beserta teks tranformasi yang menjadi acuannya, karena kedua teks
tersebut merupakan bahan dari analisis resepsi sastra. Dalam perkembangan teori
kesusastraan yang berkaitan dengan mengkaji sebuah karya sastra, penulis
mengambil teori yang telah ada sebagai langkah dasar pengkajian. M.H.Abrams
menyimpulkan empat karakteristik pendekatan dalam menganalisis sebuah karya
sastra: pendekatan objektif, pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, dan
pendekatan pragmatik. Dalam analisi resepsi sastra ini penulis menggunakan
pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik dalam teori
Abrams merupakan pendekatan yang memandang penting menghubungkan hasil temuan
dalam karya sastra dengan pembaca sebagai penikmat. Pendekatan ini berkeyakinan
jika temuan sastra harus dihubungkan dengan yang di luar dirinya, maka
pembacalah yang penting. Tidak ada karya yang diciptakan dengan maksud untuk
tidak dibaca oleh pembaca. Oleh karena itu, sampai sejauh mana pembaca
mendapatkan manfaat dan kenikmatan dari karya yang dibacanya perlu diselidiki. Pendekatan
inilah yang dipakai oleh penulis, karena kaitannya dengan resepsi sastra bahwa
pembacalah yang memiliki peran penting, dan sampai sejauh manakah pembaca dapat
memanfaatkan, memaknai serta membandingkan sebuah karya sastra.
1.4 Rumusan Masalah
Dalam
menganalisis resepsi sastra ini dapat penulis kemukakan beberapa rumusan
masalah, antara lain:
1. Bagaimanakah struktur cerita
dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu?
2. Bagaimanakah struktur cerita
dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti?
3. Bagaimanakah bentuk
transformasi pada cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti?
BAB II
ANALISIS STRUKTUR CERITA MALIN KUNDANG JADI BATU
ANALISIS STRUKTUR CERITA MALIN KUNDANG JADI BATU
2.1. Analisis Alur dan Pengaluran
Alur
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sebuah cerita, hal ini
berhubungan dengan pola jalan cerita. Bisa disimpulkan bahwa alur merupakan
sebuah rangkaian peristiwa atau pun kejadian yang mempunyai hubungan kausalitas
(sebab-akibat). Dalam mengkaji alur dan pengaluran dari kisah Malin Kundang
Jadi Batu, penulis akan menggunakan Segmentasi Episodik dalam menentukan alur
dan pengalurannya. Berikut Inilah Segmentasi Episodik dalam cerita Malin Kundang
Jadi Batu.
Episode
1
s t
s”
Hiduplah
sebuah keluarga Sang ayah mencari nafkah Ayah Malin tidak nelayan di pesisir pantai ke negri seberang karena
kembali ke kampung wilayah sumatera kondisi keuangan keluarga halaman yang
memprihatinkan
Episode
2
s t s”
Ayah Malin tidak kembali Ibu Malin menggantikan Malin beranjak dewasa
Kampung halaman posisi
ayahnya untuk dan ia pun ingin
mem-
mencari
nafkah bantu ibunya
untuk
mencari nafkah
Episode 3
s t s”
Malin beranjak dewasa Malin
menuju dermaga Kapal yang
ditumpangi
dan ia pun ingin mem- untuk
pergi ke negri Malin di serang
bajak
bantu ibunya untuk sebrang
yang di antar laut, Malin
terkatung-
mencari
nafkah ibunya katung di tengah laut
Episode
4
s t s”
Kapal yang di tumpangi Malin di tolong masyarakat Malin bekerja di desa Malin di serang bajak desa yang kebetulan desa itu itu
dengan ulet dan
laut, Malin terkatung- merupakan desa yang subur gigih, akhirnya ber-
katung di tengah laut
hasil jadi kaya
Episode 5
s t s”
Malin bekerja di desa Malin kundang mempersunting Berita Malin kaya raya
itu dengan ulet dan seorang
gadis untuk menjadi telah sampai
kepada gigih, akhirnya berhasil istrinya ibunya
jadi kaya
Episode 6
s t s”
Berita Malin kaya raya Ibunya merasa bersyukur, Malin dan istrinya telah sampai kepada
gembira dan menantikan melakukan pelayaran dengan ibunya anaknya pulang kampung dengan kapal besar
dan indah
Episode 7
s
t s”
Malin dan istrinya
Ibu malin melihat bahwa Malin
turun dari kapal dan
melakukan pelayaran dalam kapal itu ada anak ibunya segera memeluk dengan kapal besar
dan menantunya anaknya namun Malin
dan indah segera melepaskankannya sambil mendorongnya
Episode 8
s t s”
Malin turun dari kapal dan Malin berpura-pura tidak Ibu Malin sangat marah dan ibunya segera
memeluk mengenali ibunya karena dan akhirnya mengutuk
anaknya namun Malin malu
dengan ibunya yang Malin menjadi batu
segera melepaskannya sudah tua dan
bajunya berbentuklah Malin
sambil mendorongnya yang
compang camping menjadi batu
karang.
Ada delapan episode dalam cerita Malin Kundang Jadi Batu
ini. Semuanya memperlihatkan transformasi dalam cerita. Cerita ini dimulai dari
sebuah keluarga yang kondisi keuangannya memprihatinkan. Kemudian seorang
ayahnya merantau ke negeri seberang untuk mencari nafkah, namun telah lama ayah
Malin pun tidak kembali lagi, akhirnya ibunya Malin yang menggantikan posisi
ayahnya untuk mencari nafkah dengan banting tulang untuk memenuhi kehidupan dia
dan anaknya Malin. Situasi awal Malin yang beranjak tumbuh menjadi dewasa ia
merasa kasihan dengan ibunya maka dari itu ia berfikir untuk ikut membantu
ibunya mencari nafkah. Malin pun pergi ke negeri sebrang namun saat keberangkatan
di dalam kapal ia terkena masalah, kapal yang di tumpangi di serang bajak laut
dan akhirnya malin terkatung-katung d tengah laut, sampai akhirnya ia terdampar
di sebuah desa yang kebetulan desa itu merupakan desa yang subur. Malin pun
bekerja di desa tersebut dengan kegigihan dan keuletannya itu.
Kemudian
tranformasi kembali terjadi ketika Malin telah menjadi orang kaya raya dan
berencana untuk mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya, kabar itu
telah terdengar oleh ibunya di kampong. Malin akhirnya menikah juga dengan
gadis yang di inginkannya. Pada suatu saat malin dan istrinya melakukan
pelayaran dengan kapal besar dan indahnya, ibunya yang terus menunggu
kedatangan anaknya akhirnya ibunya melihat kapal tersebut dan ia yakin bahwa di
dalam kapal itu ada anaknya dan menantunya. Malin pun turun dari kapal tersebut
dan ibunya segera menyambut kedatangan malin dengan segera memeluk Malin tetapi
Malin segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorong ibunya sampai terjatuh, Malin
berpura-pura tidak mengenal ibunya itu karena merasa malu dengan ibunya yang
sudah tua dengan berbaju compang-camping. Ibu Malin merasa kaget dan marah
dengan perlakuan anaknya terhadap dirinya. Dan akhirnya ibunya mengutuk malin
menjadi batu berbentuklah Malin menjadi batu karang.
2.2. Analisis Tokoh dan
Penokohan
Dalam kisah Malin Kundang
terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam kisah tersebut, seperti: Malin
Kundang, Ibu Malin Kundang, Istri Malin Kundang, Bajak Laut, Ayah Malin,
Masyarakat Desa.
Malin Kundang adalah seorang anak dari keluarga yang tinggal di pesisir laut di
wilayah Sumatera, pada awalnya ia merupakan seorang anak yang berbakti kepada
orang tuanya. Dia rela merantau dan jauh dengan ibunya demi meringankan beban ibunya.
Namun pada akhirnya setelah menjadi orang kaya raya Malin menjadi sosok yang
lupa diri akan asalnya dan menjadi sosok yang sombong setelah mengalami
perubahan status kelas sosial yang berbeda dengan ibunya. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut:
Berbakti pada orang tua : Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan
ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia
berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika
kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya
lupa diri akan asalnya dan sombong : “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi
begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Ibu Malin adalah seorang ibu kandung dari Malin Kundang, ia adalah seorang
wanita pekerja keras, ia membanting tulang untuk membesarkan anaknya tanpa suaminya
dan ia pun merupakan ibu yang penyayang, ia sangat menyayangi Malin, Walaupun
dia berprilaku kurang bermoral dalam bersikap terhadap ibunya, dia tetap mengakui
anaknya, hal tersebut telihat bahwa ibu Malin sayang kepada anaknya. Hal ini
terlihat pada kutipan berikut:
Ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya.
Sehingga ibunya menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.
Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah
berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga,
menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
”Kau Malin, kan?” Diam. Tatapannya seolah menusukkan anak panah di
jantung Malin. “Kau? Kau?” terhenti lagi. Malin tak kuasa melanjutkan kata-katanya.
Namun perempuan itu terus mendekatinya. Air matanya tumpah ruah di pipinya. “Kau
anakku, Malin”
Istri Malin
Kundang merupakan gadis yang di persunting Malin
menjadi istrinya. Pada cerita Malin Kundang karakteristik tokoh istri kurang
begitu jelas. Namun, ada pesan moral yang tersirat, yaitu seorang istri
seharusnya mampu meredam atau bisa memperingatkan suami dalam tingkah laku,
yaitu ketika Malin Kundang dipeluk ibunya lalu Malin mendorongnya dengan kasar,
dan memaki-maki ibunya, seharusnya seorang istri mampu memperingatkan suami
untuk tidak bersikap sombong kepada orang lain, apalagi kepada ibu sendiri.
istri Malin Kundang juga merupakan sebagai tokoh pendukung atau tambahan.
2.3. Latar
Dalam kaitannya dengan analisis latar, latar ini
terbagi ke dalam dua aspek, yaitu, latar tempat dan latar waktu. Adapun hal-hal
yang melatar dalam cerita Malin Kundang Menjadi Batu adalah:
Latar
tempat yaitu Pesisir pantai wilayah Sumatra, Kapal, Desa,
Tengah laut, Pantai, dan Ruang kecil. Hal ini dapat di lihat dalam
kutipan-kutipan berikut:
“Pada
suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari
ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang .
Malin
Kundang segera menuju ke dermaga
dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi
orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu
ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Di
tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang
dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para
pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut.
Malin
Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena
ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
kayu.
Malin
Kundang terkatung-katung ditengah laut,
hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan
sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari
pantai.
Desa tempat Malin
Kundang terdampar adalah desa yang
sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang
lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya.
Latar
waktu yaitu Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, 1
tahun. Hal ini dapat di lihat dalam kutipan berikut:
Seminggu,
dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang
tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan
posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.
2.4. Tema
Tema adalah merupakan ide pokok sebuah cerita yang
diyakini dan dijadikan sumber cerita.
Tema yang terkandung dalam cerita Malin Kundang Menjadi
Batu adalah tentang sifat durhaka yang mengakibatkan kutukan.
2.5
Sudut pandang
Dalam kaitannya dengan kehadiran pengarang dalam cerita,
bahwa pengarang benar-benar tidak ada dalam cerita atau pengarang ada diluar
cerita tersebut (ekstern). jika penulis di lihat dari sudut pandang pengarang.
Pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang
dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut:
Malin Kundang segera menuju
ke dermaga dengan diantar oleh
ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang
berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”,
ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
3.1. Analisis Alur dan Pengaluran
Alur
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sebuah cerita, hal ini
berhubungan dengan pola jalan cerita. Bisa disimpulkan bahwa alur merupakan
sebuah rangkaian peristiwa atau pun kejadian yang mempunyai hubungan kausalitas
(sebab-akibat). Dalam mengkaji alur dan pengaluran dari cerita Malin Kundang
Menjadi Batu, penulis akan menggunakan Segmentasi Episodik dalam menentukan
alur dan pengalurannya. Berikut Inilah Segmentasi Episodik dalam cerpen Si lugu
dan Si Malin Kundang.
Episode
1
s t s”
Orang
tua yang di hambat Polisi
lalu lintas datang Orang tua itu ingin masuk kompleks
perumahan dan ikut campur bertemu
anaknya mewah oleh sekuiriti
Episode
2
s t s”
Orang
tua itu ingin Polisi itu meragukan Orang
tua Orang tua itu tetap
bertemu anaknya yang menyebut anaknya penghuni ingin
masuk rumah
Kompleks yang mewah
ini karena mewah itu
orangtua itu berasal
dari kampung
Episode 3
s t s”
Orang tua itu tetap ingin Polisi
tetap tidak ngijinkan Polisi menghina orang
masuk rumah mewah itu dan masih tidak percaya tua itu dengan sebutan pada orang tua itu fakir
miskin
Episode 4
s t s”
Polisi menghina orang Orangtua itu menyebut polisi Polisi
itu tua terkejut tua itu dengan sebutan itu Malin Kundang, dan
namun tetap merasa akan di kutuk menjadi batu
tidak percaya orang tua itu ayah pemilik
rumah mewah itu
Episode 5
s t s”
Polisi itu terkejut namun Seorang lelaki dan istrinya Seorang
lelaki itu tetap merasa tidak percaya datang
dengan sebuah mobil melihat bahwa orang
orang tua itu ayah pemilik mewah tua itu ayahnya
rumah mewah itu
Episode 6
s t s”
Seorang
lelaki itu melihat Orangtua
dan lelaki itu Polisi itu tercengang bahwa orang tua itu
berpelukan dan meneteskan melihat peristiwa itu
ayahnya
air mata
Episode 7
s t s”
Polisi itu tercengang Orangtua itu kembali Polisi
itu terpaku, seakan
melihat peristiwa itu memanggil polisi itu tidak percaya dan bingung
“Malin Kundang”
Episode 8
s t s”
Polisi itu terpaku, Orang tua itu pergi menaiki Orang tua itu merasa
seakan tidak percaya mobil mewah dengan anaknya iba dan menduga dan bingung dan melihat patung-patung polisi itu menjadi
polisi dalam guyuran hujan batu.
di pinggir jalan
Ada delapan episode dalam cerpen Si lugu dan Si Malin Kundang ini. Semuanya memperlihatkan
transformasi dalam cerita. Cerita ini dimulai dari Orang tua yang di hambat
masuk kompleks perumahan mewah oleh sekuriti karena masalah sepele yaitu orang
tua itu berasal dari kampung, padahal orangtua tersebut sudah jauh-jauh pergi
ke perumahan mewah itu hanya untuk bertemu anaknya. Polisi lalu lintas pun
datang dan berusaha ikut campur dan meragukan orangtua itu yang menyebut
anaknya penghuni kompleks mewah
itu. Polisi dan sekuriti pun membunuh ayam bawaan orangtua itu dari kampung
karena ayam tersebut katanya pembawa virus. Namun orangtua itu tetap pada
pendiriannya untuk masuk rumah mewah itu
tetapi polisi lalu lintas itu tetap juga tidak memberi ijin dan tidak percaya,
bahkan polisi lalu lintas itu menyebut orangtua itu seperti fakir miskin.
Kemudian
tranformasi kembali terjadi ketika orangtua itu di sebut fakir miskin oleh
polisi lalu lintas, kemudian orang tua itu memanggil polisi itu dengan sebutan
Malin Kundang yang akan menjadi batu. Polisi itu pun merasa kaget, tercengang
dan bingung. Datanglah seorang lelaki dan istrinya di mobil yang mewah. Lelaki
itu menyebutkan bahjwa itu ayah, turunlah lelaki itu dan istrinya dari mobil
dan anak dan ayah pun saling berpelukan dengan meneteskan air mata. Polisi itu
tercengang melihat peristiwa iotu dan seakan tidak percaya. Dan orangtua itu
kembali menyebut polisi itu malin kundang, orang tua itu menaiki mobil mewah
dengan anaknya, di dalam mobil selama perjalanan orang tua itu melihat
patung-patung polisi dalam guyuran hujan di pinggir jalan dan orang tua itu
merasa iba dan menduga bahwa patung itu adalah polisi lalu lintas tadi.
3.2
Tokoh dan Penokohan
Dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat
beberapa tokoh yang ada dalam cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” sehingga
alur cerita menjadi jelas dan menarik, yaitu tokoh Ayah, Sekuriti Kompleks,
Polisi Lalu Lintas, Anak dan Menantu.
Ayah adalah orangtua dari anak pemilik kompleks mewah yang berasal dari
kampung. Tokoh ayah ini memiliki watak yang teguh pendirian. Hal itu terbukti
saat orang tua itu bersikeras akan menemui anaknya yang kaya raya. Berikut kutipan
ceritanya.
“Aku tetap akan mendatangi rumah anakku di dalam kompleks perumahan
yang Engkau katakan mewah ini.”
“O, begitu. Tapi itu tidak
mungkin. Tidak masuk akal. Kami tidak yakin Bapak adalah ayah dari salah seorang
penghuni rumah mewah ini.”
Polisi lalu lintas adalah seorang polisi yang mengurus lalu lintas. Tokoh polisi lalu
lintas berwatak arogan, ikut campur urusan orang lain, dan suka melecehkan
orang. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
“Di sini tinggal orang-orang kaya. Tidak mungkin dan tidak masuk
akal, ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini adalah Bapak. Pakaian
Bapak adalah pakaian orang yang tak berpunya. Hampir sama dengan pakaian fakir
miskin. Apa lagi ini.”
Sekuriti adalah penjaga kompleks perumahan mewah, tokoh sekuriti ini
meremehkan oranglain dengan memandang orang sebelah mata, ia menghambat
orangtua masuk kompleks hanya dengan alasan orangtua itu dari kampung. Hal itu
terlihat pada kutipan berikut.
“Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan
beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu
mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu.
Setandan pisang, dua ikat jagung, satu buah nangka masak, dan seekor ayam”
Lelaki adalah anak dari ayah yang dari kampung, lelaki ini kaya raya, baik,
tidak sombong walaupun orang kaya, sopan kepada orangtuanya, dan tidak lupa
pada orangtuanya walaupun orang tua itu berasal dari kampong. Hal itu terlihat
pada kutipan berikut:
Sebuah mobil kelas termahal berbelok ke arah pintu gerbang perumahan
mewah itu. Lelaki yang duduk di bangku belakang menyentuh pundak sopir dan
meminta kendaraan itu dihentikan. Lelaki itu bersama istrinya sedang pulang
dari bepergian.
“Ayah!” Kata lelaki itu.
Orang tua itu melihat ke lelaki itu. Dia berdiri dan air matanya menetes.
Lelaki itu menerkam tubuh orang tua itu dan memasukkannya ke dalam dekapannya.
Si istri mencium tangan laki-laki tua itu.
“Ayo, Ayah!” Kata laki-laki itu membimbing ayahnya masuk ke dalam
mobil.
Istri adalah istri dari lelaki dan menantu ayah atau orangtua. ia memiliki
sikap baik hati, turut pada suami, tidak sombong, dan sopan terhadap mertuanya.
Hal ini bias di lihat dari cuplikan berikut:
“Ya,
betul. Itu ayahmu. Ayahku juga. Mertuaku!”
Lelaki
itu membuka pintu mobil. Dia turun. Langkahnya diikuti istrinya.
Si
istri mencium tangan laki-laki tua itu.
Si
wanita memeluk ayah suaminya itu dan mendudukkannya di bangku depan. Sebelum
pintu tertutup, orang tua itu masih sempat menoleh ke polisi lalu lintas itu.
3.3 Latar
Dalam kaitannya dengan analisis latar, latar ini
terbagi ke dalam dua aspek, yaitu, latar tempat dan latar waktu. Adapun hal-hal
yang melatar dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang adalah:
Latar
tempat yaitu kompleks perumahan mewah, markas kepolisian,
ruang markas, kamar kecil, gudang, mobil mewah, perempatan
”Sekuriti kompleks
perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil
bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan dia berjalan dari
stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu…”
“Lelaki yang didatangi ayahnya itu ingin membawa ayahnya
berjalan-jalan melihat-lihat kota. Kali ini lelaki itu membawa langsung mobil mewahnya bersama istrinya
yang duduk di sampingnya.
Dia puas bisa menyenang-nyenangkan ayahnya. Waktu itu hujan lebat.
Lampu lalu lintas tiba-tiba berwarna merah waktu mobil itu sampai di perempatan. Mobil dia hentikan.
3.4 Tema
Tema adalah merupakan ide pokok sebuah cerita yang
diyakini dan dijadikan sumber cerita.
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat
permasalahan yang berkenaan dengan problematika sosial yang berada di
masyarakat dan mengangkat permasalahan
yang berkenaan dengan masalah kutukan. Kita dapat melihat bagaimana keraguan
sekuriti dan polisi kepada orang tua yang hendak bertemu anaknya karena
alasan yang cukup sederhana, yaitu orang tua tersebut datang dari kampung. Tidak
adil rasanya menilai seseorang hanya melihat dari latar belakangnya. Sampai
akhirnya tokoh orangtua itu mengutuk polisi lalu lintas menjadi batu seperti
pada kisah Malin Kundang.
3.5 Sudut Pandang
pengarang
Dalam kaitannya dengan kehadiran pengarang dalam
cerita, bahwa pengarang benar-banar tidak ada dalam cerita atau pengarang ada
diluar cerita tersebut (ekstern) jika penulis di lihat dari sudut pandang pengarang.
Pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang
dengan ekstern karena pengarang berada di luar cerita. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut:
Sekuriti kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan
beban sepikul hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orangtua itu mengatakan dia berjalan dari stasiun kereta api mencari
kompleks perumahan itu…”
BAB
IV
JENIS TRANSFORMASI DALAM CERPENSI
LUGU DAN MALIN KUNDANG KARYA HAMSAD RANGKUTI
Dalam proses peralihan dari kisah Malin Kundang Jadi Batu kedalam cerpen si lugu dan malin kundang karya hamsad rangkuti terjadi beberapa bentuk tranformasi, seperti yang kita ketahui ada empat macam bentuk transformasi yaitu: afirmasi diartikan sama dengan teks yang mendahului (pengukuhan), restorasi yaitu perubahan (terbatas) dari teks yang mendahului, parodi merupakan perubahan ari bentuk semula, dikemas menjadi parodi atau cerita lucu, negasi yaitu berbeda jauh dengan teks yang mendahului. Dan inilah jenis trasformasi dalam Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti:
Tabel Transformasi kisah Malin
Kundang Jadi Batu cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti
Jenis
|
Teks Hipogram
|
Teks Transformasi
|
Jenis Transformasi
|
Alur dan pengaluran
|
-
|
-
|
Restorasi
|
Tokoh dan penokohan
|
-
|
--
|
Negasi
|
Latar
|
-
|
-
|
Negasi
|
Tema
|
-
|
-
|
Afirmasi
|
Sudut pandang pengarang
|
-
|
-
|
Afirmasi
|
Setelah
penulis menganalisis lebih teliti dan lebih jauh lagi ternyata banyaknya
perubahan pada teks trasformasi dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya
Hamsad Rangkuti, hal ini tentunya dikaitkan dengan teks hipogram yang telah
ada.
Dari
segi alur dan pengaluran dapat penulis simpulkan bahwa dalam Si Lugu dan
Si Malin Kundang telah terjadi Restorasi, karena terlihat dari perubahan alur
dari teks yang mendahului.
Persamaan : Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang”
menceritakan seorang ayah yang miskin pergi menemui anaknya yang kaya raya di
sebuah kompleks perumahan mewah. Namun, ketika mau memasuki gerbang kompleks
mewah itu, dia dihadang oleh securiti kompleks dan polisi lalu lintas. Tokoh
ayah kemudian mengutuk tokoh polisi lalu lintas menjadi batu. Jadi, cerpen “Si
Lugu dan Si Malin Kundang” sebetulnya tidak ada kaitannya secara langsung
dengan tokoh Malin Kundang. Pada cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” ada
beberapa alur cerita yang sama dengan cerita Malin Kundang. Seorang ayah pada
cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” menerima perlakuan yang sama dengan tokoh
ibu pada cerita Malin Kundang, yaitu dihina dan dianiaya. Persamaan lain dari
cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dengan cerita Malin Kundang
yaitu tokoh yang dianiaya mengutuk tokoh yang menganiaya menjadi batu.
Perbedaan: Pada cerita Malin Kundang yang mengutuk ibu
notabennya seorang perempuan yaitu posisi ibu, pada cerpen ”Si Lugu dan Si
Malin Kundang” yang mengutuk itu posisi orang tua yang notabennya laki-laki.
Dalam
kaitanya dengan Tokoh dan penokohan pada cerpen Si Lugu dan Malin
Kundang, jika penulis membandingkan dengan kisah Malin Kundang, maka sangatlah
tampak perbedaan tokoh yang dirubah dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang sedangkan
dalam kisah Malin Kundang jadi Batu tidak dikisahkan, maka dari itu pada tokoh dan penokohan ini
terjadi negasi.
Perbedaan tokoh cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dan
cerita Malin Kundang Menjadi Batu dapat dilihat dalam bagan berikut
No
|
Cerita Malin Kundang Jadi Batu
|
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang”
|
1
|
Malin kundang
|
Orang tua (ayah dari laki-laki pemilik rumah di kompleks)
|
2
|
Ibu Malin Kundang
|
Polisi Lalu lintas
|
3
|
Istri Malin
|
Sekuriti kompleks
|
4
|
Bajak laut
|
Suami
|
5
|
Ayah Malin
|
Istri
|
6
|
Masyarakat desa
|
-
|
Dilihat dari perbandingan di atas, keduanya sangat
berbeda. Semua tokoh cerita asli hilang dan muncul tokoh-tokoh yang baru.
Lalu ada pula latar dalam cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang, setelah penulis membandingkan dengan kisah Malin
Kundang Menjadi Batu, maka penulis dapat merasakan bahwa latar dalam cerpen ini
sangatlah berbeda jauh dengan kisah malin kundang jadi batu.maka dari itu
disebut dengan negasi.
Perbedaan latar cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” dan
cerita Malin Kundang dapat dilihat dalam tabel berikut.
No
|
Cerita
“Malin Kundang”
|
Cerpen
” Si Lugu dan Si Malin Kundang”
|
||
Latar
Tempat
|
Latar
Waktu
|
Latar
Tempat
|
Latar
Waktu
|
|
1
|
Pesisir pantai wilayah Sumatra
|
Semingu
|
kompleks perumahan mewah
|
-
|
2
|
Kapal
|
dua minggu
|
markas kepolisian
|
-
|
3
|
Ruang kecil
|
sebulan
|
ruang markas
|
-
|
4
|
Tengah laut
|
dua bulan
|
kamar kecil
|
-
|
5
|
Pantai
|
1 tahun lebih
|
gudang
|
-
|
6
|
Desa
|
mobil mewah
|
-
|
|
7
|
perempatan
|
-
|
Kaitannya dengan Tema, ternyata penulis melihat ada banyak hal yang penulis dapatkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tema. Tema dari kedua kisah tersebut yaitu antara kisah Malin Kundang Jadi Batu dan cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti adanya persamaan dalam penentuan tema, hal ini terbukti dari Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat permasalahan yang berkenaan dengan masalah kutukan. Namun, pengemasan setiap cerita masing-masing sangat berbeda.Maka dari itu terjadi afirmasi.
Jika penulis lihat dari
sudut pandang pengarang, hal inilah yang terdapat persamaan antara keduanya
yaitu posisi pengarang yang benar-benar ada diluar cerita tersebut. Maka dari
itu terjadi afirmasi atau persamaan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1
Simpulan
Dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu dapat kita analisis berkaitan
dengan struktur yang mengenainya, berkaitan dengan alur, yaitu : Cerita
ini dimulai dari sebuah keluarga yang kondisi keuangannya memprihatinkan.
Kemudian seorang ayahnya merantau ke negeri seberang untuk mencari nafkah,
namun telah lama ayah Malin pun tidak kembali lagi, akhirnya ibunya Malin yang
menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah dengan banting tulang untuk
memenuhi kehidupan dia dan anaknya Malin. Situasi awal Malin yang beranjak
tumbuh menjadi dewasa ia merasa kasihan dengan ibunya maka dari itu ia berfikir
untuk ikut membantu ibunya mencari nafkah. Malin pun pergi ke negeri sebrang
namun saat keberangkatan di dalam kapal ia terkena masalah, kapal yang di
tumpangi di serang bajak laut dan akhirnya malin terkatung-katung d tengah
laut, sampai akhirnya ia terdampar di sebuah desa yang kebetulan desa itu merupakan
desa yang subur. Malin pun bekerja di desa tersebut dengan kegigihan dan
keuletannya itu. Kemudian ketika Malin telah menjadi orang kaya raya dan
berencana untuk mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya, kabar itu
telah terdengar oleh ibunya di kampong. Malin akhirnya menikah juga dengan
gadis yang di inginkannya. Pada suatu saat malin dan istrinya melakukan
pelayaran dengan kapal besar dan indahnya, ibunya yang terus menunggu
kedatangan anaknya akhirnya ibunya melihat kapal tersebut dan ia yakin bahwa di
dalam kapal itu ada anaknya dan menantunya. Malin pun turun dari kapal tersebut
dan ibunya segera menyambut kedatangan malin dengan segera memeluk malin tetapi
malin segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorong ibunya sampai terjatuh, malin
berpura-pura tidak mengenal ibunya itu karena merasa malu dengan ibunya yang
sudah tua dengan berbaju compang-camping. Ibu malin merasa kaget dan marah
dengan perlakuan anaknya terhadap dirinya. Dan Akhirnya ibunya mengutuk Malin menjadi
batu berbentuklah malin menjadi batu karang.
Adapun Dalam
kisah Malin Kundang terdapat beberapa
tokoh yang berperan dalam kisah tersebut, seperti : Malin Kundang, Ibu Malin
Kundang, Istri Malin Kundang, Bajak Laut, Ayah Malin, Masyarakat Desa. Dengan
tokoh utama yaitu malin kundang
Latar dalam kisah Malin Kundang Jadi Batu terbagi
dua, yaitu latar tempat dan latar waktu.
Latar tempat dalam kisah malin kundang yaitu Pesisir pantai wilayah
Sumatra, Kapal, Desa, Tengah laut, Pantai, dan Ruang kecil. Dan Latar waktunya yaitu Seminggu, dua
minggu, sebulan, dua bulan, 1 tahun.
Tema yang terkandung dalam cerita Malin Kundang
Menjadi Batu adalah tentang sifat durhaka kepada orangtua yang mengakibatkan
kutukan.
Sudut pandang
pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang
berada di luar cerita.
Dalam cerpen Si lugu dan Si Malin Kundang dapat kita analisis berkaitan
dengan struktur yang mengenainya, berkaitan dengan alur, yaitu :
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” menceritakan seorang ayah yang miskin
pergi menemui anaknya yang kaya raya di sebuah kompleks perumahan mewah. Namun,
ketika mau memasuki gerbang kompleks mewah itu, dia dihadang oleh securiti
kompleks dan polisi lalu lintas. Tokoh ayah kemudian mengutuk tokoh polisi lalu
lintas menjadi batu.
Dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat
beberapa tokoh yang ada dalam cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” sehingga
alur cerita menjadi jelas dan menarik, yaitu tokoh Ayah, Sekuriti Kompleks,
Polisi Lalu Lintas, Anak dan Menantu.
Latar pada cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang terdapat
latar tempat yaitu kompleks perumahan mewah , markas kepolisian, ruang markas,
kamar kecil, gudang, mobil mewah, perempatan.
Cerpen “Si Lugu dan Si Malin Kundang” mengangkat
permasalahan yang berkenaan dengan problematika sosial yang berada di
masyarakat dan mengangkat permasalahan
yang berkenaan dengan masalah kutukan. Kita dapat melihat bagaimana keraguan
sekuriti dan polisi kepada orang tua yang hendak bertemu anaknya karena
alasan yang cukup sederhana, yaitu orang tua tersebut datang dari kampung.
Tidak adil rasanya menilai seseorang hanya melihat dari latar belakangnya.
Sampai akhirnya tokoh orangtua itu mengutuk polisi lalu lintas menjadi batu
seperti pada kisah Malin Kundang.
Sudut pandang
pada cerita ini tedapat sudut pandang pengarang dengan ekstern karena pengarang
berada di luar cerita.
Transformasi
kisah Malin Kundang Jadi Batu cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad
Rangkuti
Alur dan pengaluran – Restorasi
Tokoh dan penokohan - Negasi
Latar - Negasi
Tema – Afirmasi
Sudut pandang pengarang – Afirmasi
Tokoh dan penokohan - Negasi
Latar - Negasi
Tema – Afirmasi
Sudut pandang pengarang – Afirmasi
5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan serta jauh dari
sempura, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat serta memberi sedikit
pengetahuan tentang analisis dengan menggunakan pendekatan resepsi sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Teeuw, A. 2003. Sastra
dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Junus, Umar . (1985). Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT
Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rangkuti, Hamsad.
2007. ”Si Lugu dan Si Malin Kundang”. [Online]. Tersedia: http://www.sriti.com/story_view.php?key=2597.
[26 September 2011].
"Hamsad Rangkuti", profil tokoh di situs Taman Ismail Marzuki
"Hamsad Rangkuti Kembali Raih Penghargaan Sastra", Kompas, 30 Oktober 2008
Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.2011. Hamsad
Rangkuti.[online]. Tersedia : www.wikipedia.org. Unggah 27 Oktober 2011
Wikipedia, ensiklopedia bebas.2011. “Malin Kundang
Jadi Batu”. [Online]. Tersedia: www.pondokbaca.com. [26 Septembe
2011]
Si Lugu dan Si Malin Kundang
Sekuriti
kompleks perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul hasil bumi.
Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan dia berjalan dari
stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu. Setandan pisang, dua ikat
jagung, satu buah nangka masak, dan seekor ayam. Polisi lalu lintas melihat
peristiwa itu dan menghentikan kendaraan roda duanya. Dia ingin tahu walau
sebenarnya hal semacam itu bukanlah tugasnya.
Ada
apa ini?” katanya sambil mendekat. Dia lihat orang tua itu meletakkan barang
bawaannya di sekitar dirinya yang sangat letih. Ayam jantan itu menjulurkan kepalanya
dari dalam sangkar anyaman daun kelapa menghirup udara segar.
Orang
tua ini mau masuk ke dalam. Dia berkeras kalau salah seorang penghuni rumah
mewah yang kujaga ini adalah anaknya. Aku tak percaya. Apalagi dia hanya bisa
menyebut nama anaknya. Sedang yang lain, yang dibutuhkan untuk mencari sebuah
rumah tidak dapat dia sebutkan. Maka aku tidak mempercayainya.”
“Bapak
tentu datang dari kampung. Barang bawaan ini menunjukkannya.”
Polisi
itu memerhatikan kepala ayam yang terjulur dari dalam anyaman daun kelapa tidak
jauh dari dia berdiri. Dia lihat mata ayam itu merah. Paruh ayam ternganga.
Kerongkongan bergerak-gerak mengatur napas. Lidahnya terjulur meneteskan liur.
“Ayam
ini tidak boleh dibiarkan hidup di sekitar kita. Kulihat tanda-tanda pembawa virus
dimilikinya.” Dicabutnya pistol. “Mengorbankan sebutir peluru lebih baik
daripada membiarkan virus yang dibawanya menyebar di kompleks perumahan ini.”
Dia arahkan moncong pistol ke kepala ayam itu. Dia lihat ulang mata ayam itu.
Paruhnya yang menganga, kerongkongan yang bergerak terus mengatur napas. Lidah
menjulur mengeluarkan liur. “Maaf Pak. Ayam ini harus dimusnahkan. Satu butir
peluru…,” dia mulai menimbang-nimbang, “sayang juga.” Dia balikkan arah pistol.
Moncong pistol dia pegang. Dia sangat berbakat dalam hal tak berperasaan. Dia
tetak kepala ayam itu dengan gagang pistol. Ayam menggelupur dalam anyaman daun
kelapa. Dia menoleh ke sekuriti, “Bawa ke sana. Gali lubang. Bakar!” Sekuriti
rumah mewah itu mengambil ayam yang masih menggelepar-gelepar di dalam anyaman
daun kelapa. Dia pun menggali lubang, memasukkan ayam yang masih terus
menggelepar ke dalam lubang, dan membakarnya dengan ranting-ranting kering dan
daun-daun kering. Orang tua itu ternganga melihat semua itu.
“Maaf
Bapak. Ini terpaksa saya lakukan.” Katanya sambil menggosokkan gagang pistol ke
rumput. “Coba Bapak katakan apa yang ingin Bapak lakukan bila kami izinkan
Bapak masuk ke dalam kompleks perumahan mewah ini?”
“Aku
akan mendatangi rumah anakku di dalam kompleks perumahan yang Engkau katakan
mewah ini.”
“O,
begitu. Tapi itu tidak mungkin. Tidak masuk akal kami. Kami tidak yakin Bapak
adalah ayah dari salah seorang penghuni rumah mewah ini.”
“Jadi
Engkau juga tidak percaya kalau aku adalah ayah dari salah seorang penghuni
kompleks perumahan ini? Aku tidak boleh masuk mencari rumah anakku. Aku tidak
boleh mengetuk dari pintu ke pintu sampai aku menemukan pintu rumah anakku.”
“Tidak
boleh.” Polisi lalu lintas itu sekarang telah mengambil alih menangani orang
tua itu. Dia lupa pada tugasnya sebagi polisi lalu lintas. Dia telah mengambil
alih tugas sekuriti rumah mewah itu. Sekarang dia merasa dialah yang harus
menangani orang tua itu.
“Di
sini tinggal orang-orang kaya. Tidak mungkin dan tidak masuk akal, ayah dari
salah seorang penghuni rumah mewah ini adalah Bapak. Pakaian Bapak adalah
pakaian orang yang tak berpunya. Hampir sama dengan pakaian fakir miskin. Apa
lagi ini.”
“Jadi
Engkau tidak percaya kalau aku adalah orangtua salah seorang penghuni rumah
mewah yang kalian katakan itu? Kalian adalah masyarakat Malin Kundang. Engkau
mewakili masyarakat itu! Engkau akan menjadi batu.” Orang tua itu menunjuk ke
polisi lalu lintas itu. Polisi lalu lintas itu terkejut:
Apa
maksud orang tua ini? Aku mewakili masyarakat Malin Kundang? Legenda itu menceritakan
orang-orang tidak percaya kalau wanita tua yang mengenakan pakaian yang dia
punya adalah ibu si Malin Kundang. Tidaklah mungkin wanita tua terlunta-lunta
di tepi pantai menunggu kedatangan anaknya adalah ibu seorang kaya raya. Ibu
orang yang bepergian dengan kapal miliknya dari pulau ke pulau, menjalankan
usaha di jalur perdagangannya. Dia datang ke pulau itu rindu akan kampung
halamannya. Ibunya mendengar kabar kedatangan anaknya. Dia datang menyambut,
tetapi orang-orang menertawakannya dan mengejeknya. Malin Kundang tidak
mengakuinya sebagai ibu. Jadi, orang tua ini merasa diperlakukan seperti yang
dilakukan Malin Kundang terhadap ibunya.
“Ya,
betul. Kami tidak percaya. Bapak tidak mungkin ayah dari salah seorang pemilik
rumah mewah ini.”
“Apa
Engkau mau menjadi batu?”
Polisi
lalu lintas itu tersenyum. Dia merasa ucapan orang tua itu sebuah lelucon.
Sebuah
mobil kelas termahal berbelok ke arah pintu gerbang perumahan mewah itu. Lelaki
yang duduk di bangku belakang menyentuh pundak sopir dan meminta kendaraan itu
dihentikan. Lelaki itu bersama istrinya sedang pulang dari bepergian.
“Tunggu
sebentar,” katanya. Dia perhatikan orang tua yang duduk di bendul jalan. Dia
menoleh kepada istrinya. “Orang tua itu seperti ayah. Coba kau lihat. Ya…,
seperti ayah. Ya! Itu Ayah! Lihat, apa yang dia bawa? Setandan pisang. Dua ikat
jagung, dan sebuah nangka.”
“Ya,
betul. Itu ayahmu. Ayahku juga. Mertuaku!”
“Ya,
itu adalah ayah!”
Lelaki
itu membuka pintu mobil. Dia turun. Langkahnya diikuti istrinya.
“Ayah!”
Kata lelaki itu. Orang tua itu melihat ke lelaki itu. Dia berdiri dan air
matanya menetes. Lelaki itu menerkam tubuh orang tua itu dan memasukkannya ke
dalam dekapannya. Si istri mencium tangan laki-laki tua itu.
“Ayah!”
Katanya.
Si
Polisi lalu lintas tercengang menyaksikan peristiwa itu. Penjaga kompleks
perumahan mewah itu juga tercengang. Buru-buru dia membuka pintu gerbang.
“Ayo,
Ayah!” Kata laki-laki itu membimbing ayahnya masuk ke dalam mobil. Si wanita
memeluk ayah suaminya itu dan mendudukkannya di bangku depan. Sebelum pintu
tertutup, orang tua itu masih sempat menoleh ke polisi lalu lintas itu.
“Malin
Kundang,” katanya. Anak dan menantunya tidak mendengar jelas kata-kata itu.
Pintu ditutup si anak. Dia masuk menyusul istrinya di kursi belakang. Si sopir
membuka pintu dan turun mengambil satu per satu bawaan lelaki tua itu.
Mula-mula dia angkat satu tandan pisang, lalu dua ikat jagung, dan kemudian
satu buah nangka. Semua dia masukkan ke tempat barang di buntut mobil.
“Ayah
juga membawa ayam, tapi ayam itu mereka bunuh dan mereka bakar di dalam
lubang.”
“Maafkan
mereka ayah. Ayam hidup tidak boleh dibawa masuk ke dalam kompleks.”
Penjaga
kompleks perumahan mewah itu membuka pintu gerbang selebar-lebarnya dan tampak
dia terbingung-bingung. Polisi lalu lintas itu terpaku memerhatikan semua
kejadian itu. Dia setengah tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Polisi
lalu lintas itu masih juga terbingung-bingung. Keterpukauannya disentakkan
bunyi gerbang yang ditutup. Dia jadi teringat apa yang diucapkan orang tua itu.
Malin Kundang. Apa hubungannya dengan aku. Malin Kundang memang menjadi batu
dalam lagenda itu. Dia sentakkan kepalanya dari keterpukauannya untuk
mengembalikan kesadarannya. Dia naik ke atas kendaraan roda duanya,
menghidupkan mesin, dan meneruskan perjalanannya menuju markas kepolisian
tempat dia bekerja. Dia terus memacu kendaraannya, lalu membelok ke dalam
halaman markas. Dia sampai ke ruang markas. Masuk ke salah satu ruang dan
melepas helm. Dia duduk sebentar lalu seperti teringat sesuatu. Dia beranjak
dan pergi ke kamar kecil, membasuh popor pistol dari darah ayam yang sudah
mengering. Kemudian dia kembali ke ruang tempat dia tadi duduk. Waktu melintas
di depan gudang penyimpanan barang-barang, dia lihat pintu gudang tidak
tertutup rapat. Lewat pintu yang sedikit renggang dia lihat patung dari bahan
semen tersimpan di dalam. Selama ini dia tidak tertarik untuk masuk ke dalam
dan memerhatikan patung-patung itu dari dekat. Sekarang tiba-tiba dia tertarik.
Apakah setelah mendengar ucapan orang tua itu dia lalu tertarik masuk ke dalam
untuk melihat patung-patung itu lebih dekat. Dia tersenyum, lalu dia buka pintu
gudang itu lebih lebar. Tampak patung-patung memberi hormat kepadanya. Dia
senyum membalas hormat patung-patung itu.
“Mirip
betul. Mirip betul dengan diriku kalau aku mengenakan pakaian dinas. Pematung
yang terampil. Dia berhasil memindahkan profesi polisi lalu lintas ke dalam
diri patung-patung ini.” Dia kembali senyum memandang satu per satu
patung-patung itu.
Patung-patung
polisi lalu lintas itu belum semua terpasang di tempat-tempat strategis di
jalan-jalan kota.
Dia
tersenyum. Mungkin dia teringat satu pengalaman waktu dia naik taksi bersama
keluarga. Waktu itu hujan lebat. Lampu lalu lintas di perempatan jalan dari
arah taksi yang dia naiki sedang berwarna merah. Dia coba uji ketaatan si
sopir. “Tidak ada kendaraan yang melintas. Aman. Kebut saja, Pak.” “Jangan.
Saya patuh pada peraturan. Tidak Bapak lihat polisi di bawah hujan lebat itu.
Dia memberi hormat kepada kita di bawah guyuran hujan. Lihat di sebelah kiri di
depan kita.” “Aku lihat. Langgar saja! Itu kan sebuah patung.” “Jangan. Tunggu
hijau. Hormati Polisi Patung itu. Dia diletakkan untuk mengingatkan para
pengguna jalan agar disiplin di jalan raya.” Dia sebagai polisi yang sedang
tidak mengenakan pakaian dinas puas mendengar apa yang dikatakan sopir taksi
itu. “Ada satu lagi Polisi yang berisiko kalau kita tidak mengindahkannya walau
sebenarnya dia tidak terjaga. “Polisi apa itu?” “Polisi Tidur.”
Lelaki
yang didatangi ayahnya itu ingin membawa ayahnya berjalan-jalan melihat-lihat
kota. Kali ini lelaki itu membawa langsung mobil mewahnya bersama istrinya yang
duduk di sampingnya. Dia puas bisa menyenang-nyenangkan ayahnya. Waktu itu
hujan lebat. Lampu lalu lintas tiba-tiba berwarna merah waktu mobil itu sampai
di perempatan. Mobil dia hentikan. Setelah menunggu agak lama, si istri
berpaling ke kiri dan ke kanan, lalu berkata.
“Aman
Pa. Jalan saja.”
“Jangan.
Kita harus patuh pada peraturan lalu lintas. Coba lihat polisi itu. Dia hormat
kepada kita di bawah guyuran hujan lebat.”
“Di
sebelah mana? Aku tidak melihat ada polisi.”
“Sebelah
kiri di depan kita.”
“O,
itu. Itu kan patung.”
Orang
tua itu mendengar apa yang dibicarakan anak dan menantunya. Dia melihat ke
depan, ke arah yang dikatakan anak dan menantunya. Tampak olehnya Polisi Patung
di bawah guyuran hujan lebat dalam posisi memberi hormat kepada mereka. Mobil
pun berjalan karena lampu telah hijau. Dari jendela orang tua itu melihat ke
luar. Dia perhatikan patung polisi itu dalam guyuran hujan. Dia iba melihat
Polisi Patung itu. Dia tiba-tiba tersentak.
“Ya
Allah. Polisi itu…, menjadi batu….” ***
Hamsad Rangkuti (28 Oktober 2007)
Si Malin Kundang Jadi Batu
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan
di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan
seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan
keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri
seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan
sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung
halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk
mencari nafkah.
Malin Kundang termasuk anak yang cerdas tetapi
sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari
ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan
kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya
dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa
kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan
dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan
nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya
raya. Malin Kundang tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin Kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.
Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang . Tetapi karena Malin
Kundang terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan
berat hati.
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan
secukupnya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
“Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan
kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang
sambil berlinang air mata.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki
Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang
yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut . Bahkan sebagian besar awak
kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut,
karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah
ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga
akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa
tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari
pantai . Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat
di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang
sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang
lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya
dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang
merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu
Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin
pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin Kundang dan
istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak
buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari
menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia
melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau
yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundangbeserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh
ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang
tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
“Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
“Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena
oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi
anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin Kundang
menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku
sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh
kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang . Setelah
itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk
menjadi sebuah batu karang.
(Legenda
Rakyat Minangkabau, diceritakan kembali oleh “Bunda Naila”)
Sumber: www.webgaul.com
Sumber: www.webgaul.com
TENTANG PENULIS
Saya bernama Iis Suprapti lahir di Sukabumi, 25
Maret 1992. Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sukabumi, saya adalah anak pertama dari enam
bersaudara, ibuku bernama Lina Herlina, ia sosok perempuan yang hebat yang selalu
memotivasi saya menjadi manusia yang bermanfaat bagi semua orang, Bapak saya bernama
Ahmadi adalah sosok lelaki yang pekerja keras, rajin,dan gigih yang selalu berjuang banting tulang
untuk anak-anaknya. riwayat pendidikan saya mulai memasuki dunia pendidikan
pada tahun 1997 di RA.Baitunur sampai tahun 1998, dari 1998 saya melanjutkan ke
Sekolah Dasar (SD) di SDN Dayeuhluhur CBM sampai thun 2004, lalu melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2004 sampai 2007, lalu saya
melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 2
Sukabumi tahun 2007-2010. Dan setelah itu saya melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi
Swasta Universitas Muhammadiyah Sukabumi sampai saat ini.
Adapun dalam Pengalaman organisasi yang saya ikuti diantaranya
MPK (Musyawarah Perwakilan Kelas), RMDM
(Remaja Mesjid Darul Ma’arif), English Club, CFC ( Computer Fans Club) dan HIMA
SATRASIA sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar